[caption id="attachment_192808" align="aligncenter" width="620" caption="ilustrasi/admin(KOMPAS.com/SLAMET PRIYATIN)"][/caption]
Menatap Proses Pembangunan Agrowisata di Gunung Pasang Sambil Mengenang Bencana Banjir Bandang 6,5 Tahun Yang Lalu
Mumpung sekarang Hari Lingkungan Hidup Sedunia, saya nulis yang berbau lingkungan ah. Tentang proyek agrowisata di Gunung Pasang - Jember yang semakin hari semakin marak diperbincangkan oleh kawan-kawan pemerhati lingkungan. Sebagai pembuka, akan saya ceritakan sedikit tentang air terjun Tancak. Tancak adalah daerah perbukitan yang ada di Barat Daya kota Jember. Jaraknya dari kota kurang lebih sekitar 16 km. Di sini terdapat sebuah air terjun bernama air terjun Tancak, dengan ketinggian 82 meter dan debit air 150 meter kubik per detik. Air terjun Tancak ini berlokasi di daerah Gunung Pasang - Panti - Jember. Bencana Banjir Bandang Panti Pada 1 Januari 2006, daerah Gunung Pasang sempat mencuri perhatian negeri ini oleh sebab terjadinya bencana banjir bandang yang mengakibatkan banyak nyawa melayang. Para penyelenggara negeri ini pun ramai-ramai menengok keadaan di sana. Mulai dari Gubernur Jawa Timur (waktu itu Pak Imam Utomo) hingga Presiden RI. SBY datang di lokasi pada hari ke 5 atau tanggal 5 Januari 2006. Bencana yang terjadi pada hari Minggu 1 Januari 2006 tersebut disebabkan oleh curah hujan yang sangat tinggi selama 3 hari berturut turut. Lima desa di Kecamatan Panti hancur terendam Lumpur, yaitu desa Kemiri, Suci, Panti, Glagahwero dan Pakis, yang merupakan permukiman di lereng Pegunungan Argopuro. Dampak dari banjir bandang dan tanah longsor tersebut juga meluas di beberapa desa di Kecamatan Rambipuji (Desa Rambipuji, Gugut, Kaliwining, Rambigundam, Rowotamtu), Kecamatan Sumberjambe, Kecamatan Arjasa, Kecamatan Kaliwates, dan Kecamatan Tanggul. Banjir banding menyebabkan 370 hektare lahan pertanian rusak tertimbun lumpur, 11 bendungan rusak, ratusan tanggul jebol, dan 20 km saluran irigasi rusak. Tadinya daerah Gunung Pasang Panti bukanlah daerah yang ramai. Bencanalah yang menyebabkan daerah sepi tersebut tiba-tiba menjelma menjadi sangat ramai. Bukan hanya kuli tinta, fotografer, kameramen, SAR, Aparat dan relawan saja yang ada di sana. Orang berbaju partai juga banyak. Tapi yang paling banyak adalah orang-orang yang berwisata bencana. Mereka bukan hanya hendak melihat lokasi kejadian tanpa maksud, tapi juga menjadikan korban yang hidup, ada di posisi sebagai tontonan. Ketika Presiden datang, Aparat kesulitan menertibkan massa. Mereka seakan tak peduli meski harus berjalan diantara lumpur. Ini sebuah kerugian bagi SAR dan relawan, karena mau tidak mau akses mereka terganggu. Padahal sebagian besar dari mereka harus senantiasa bergerak, terutama tim SAR yang ada di SRU evakuasi korban hidup. Ini menyebalkan, tapi mau tidak mau mereka harus beradaptasi dengan keadaan. Bahkan ketika mengetahui adanya ratusan tenda (berisi sekolah darurat untuk anak-anak korban, ruang kesehatan dll) yang sengaja didirikan (oleh sebuah instansi) hanya saat ada Presiden, untuk kemudian segera dibongkar saat Presiden beserta rombongan meninggalkan lokasi, mereka juga hanya bisa menelan ludah kekecewaan. Kabar menggembirakan datang manakala Presiden mengatakan, "Usut tuntas penyebab terjadinya banjir bandang dan tanah longsor di Panti, kemudian recovery." Kejadian itu sudah sekitar hampir enam setengah tahun. Tapi terus terang saja sampai hari ini saya tidak tahu siapa yang bertanggung jawab atas terjadinya bencana banjir bandang dan tanah longsor tersebut. Yang saya tahu, bencana tersebut mengakibatkan kerugian di berbagai sisi. Sementara, tak ada pihak yang merasa bertanggung jawab akan kejadian tersebut. Mereka justru sibuk menyalahkan 'penebang liar' sebagai penyebab semua ini. Ah, lagu lama. Kabar Gunung Pasang - Panti Hari Ini Di sana sedang ada proses pembangunan agrowisata. Saya tidak sangat paham dengan apa saja yang kira-kira sedang dibangun. Tapi yang pasti, sedang ada proses perluasan bahu sungai. Bertujuan untuk pembuatan kolam. Saya dengar, di sana akan ada perahu-perahuan berbentuk angsa (saya tidak tahu nama perahu santai jenis ini). Mau tidak mau, hal ini berefek pada DAS. Di sisi yang lain, masyarakat memiliki sisi trauma kolektif dengan sungai. Daerah Gunung Pasang juga di plot sebagai jalur trail. Hmmm.. saya kesulitan untuk menuliskan ini. Di satu sisi masyarakat butuh hiburan, di sisi yang lain, TRAIL terlalu ramai dan polusi suara. Saya hanya coba membayangkan saja, apa yang akan terjadi pada bayi dan orang yang sedang sakit gigi disaat 1000 sepeda trail mulai menderu. Hahaha.. sepertinya saya mulai ngelantur. Jadi begini, di Gunung Pasang sedang ada proses pembangunan agrowisata. Tentu saja ada pro dan kontra. Dilihat dari sisi ekonomi, agrowisata memang akan bisa mensejahterakan masyarakat sekitarnya. Dengan catatan, jika masyarakatnya siap (atau sudah dipersiapkan untuk itu). Jika tidak, Jember hanya akan menambah lokasi wisata yang bukan hanya memamerkan keindahan alamnya saja, tapi juga memamerkan kemiskinan. Cobalah anda berlibur ke Rembangan (Puncak di Jember), maka anda akan mendapatkan paket wisata. Benar-benar satu paket, antara keindahan alam dan gambaran kemiskinan masyarakat lokal. Kalau saja syarat daerah wisata hanya tentang keindahan alam saja, pastilah Pulau Lombok akan mampu bersaing dengan Bali, bahkan bisa jadi lebih populer. Tapi wisata bukan hanya tentang menjual tempat. Dia berhubungan dengan tradisi, pola pikir dan kesiapan masyarakat. Ini PR buat kita semua yang mencintai obyek wisata daerahnya. Saya mencoba berbaik sangka pada para penyelenggara daerah, dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan agrowisata di Gunung Pasang, bahwa mereka telah memikirkan itu. Sekarang, bagaimana bila dilihat dari sisi ekologi? Mari kita simak kembali saran dan rekomendasi dari SISTEM REDUKSI RISIKO MULTI BENCANA, mengenai pasca bencana longsor dan banjir bandang di Gunung Pasang, Jember. Saran dan Rekomendasi 1. Di lokasi bekas banjir bandang sebaiknya tidak dimanfaatkan lagi untuk permukiman, permukiman di sekitar lokasi bekas banjir bandang sebaiknya direlokasi ke tempat lain yang lebih aman. 2. Pasca bencana longsor dan banjir bandang di Pegunungan Argopuro telah terjadi rekahan dan retakan baru yang berpotensi tinggi untuk perulangan bencana serupa bila curah hujan tinggi, sehingga masyarakat dan aparat harus waspada setiap saat. 3. Pemanfatan lahan di lereng-lereng bukit yang curam sampai sangat curam untuk perkebunan kopi, teh dan tanaman pisang sebaiknya segera dihentikan mengingat akarnya kurang kuat untuk menahan tanah hasil pelapukan batuan. 4. Perlu dilakukan reboisasi (penghutanan kembali) dengan tanaman keras yang berakar kuat pada daerah-daerah yang telah rusak karena tanaman yang tercabut akibat longsor dan juga daerah lain yang gundul. 5. Informasi prakiraan cuaca ekstrim dari BMG maupun instansi lainnya diharapkan sampai ke Pemda terkait untuk melakukan upaya mitigasi yang diperlukan. 6. Alat penakar curah hujan di daerah Pegunungan Argopuro dan sekitarnya secepatnya diperbanyak dan disempurnakan untuk memperkuat sistem peringatan dini terhadap bencana longsor. 7. Evaluasi tata ruang kawasan dengan memperhatikan aspek longsor dan banjir banding 8. Pembuatan terasering pada lereng untuk mengarahkan aliran air. 9. Pemberdayaan organisasi penanggulangan bencana yang telah ada serta koordinasi yang lebih baik. 10. Pelatihan/pemasyarakatan mitigasi bencana longsor dan banjir bandang terhadap aparat maupun masyarakat 11. Perlu dilakukan pemetaan zona kerawanan longsor dan banjir bandang di daerah Pegunungan Argopuro dan sekitarnya dengan skala detail, untuk perencanaan pembangunan dan mitigasi bencana longsor dan banjir bandang di masa yang akan datang. 12. Membangun suatu sistem tanggap darurat (emergency respose system) berbasis GIS untuk mengambil tindakan yang tepat setelah terjadi bencana, misalnya mengetahui potensi korban, akses jalan menuju ke lokasi, usulan daerah untuk relokasi dsb. 13. Membangun sistem informasi berbasis spasial dengan mingentegrasikan teknologi remote sensing dan GIS Dari poin-poin di atas, terbukti bahwa relokasi pemukiman, recovery lingkungan dan siaga bencana adalah sangat dibutuhkan. Karena saya seorang pencinta alam (yang kebetulan senang menulis), maka saya mengingatkan diri sendiri dan mengajak kawan-kawan (terutama kawan pencinta alam) untuk konsentrasi di recovery lingkungan. Dan semoga kita tidak hanya terjebak pada masalah pelik yang terjadi di sana. Misalnya, konflik internal PDP, sengketa tanah Ketajek (Pakis), dan beberapa lagi. Sekali lagi, recovery lingkungan. Dan yang tak kalah penting yaitu, menyebarkan informasi pada mereka yang butuh mengerti. Tentang bagaimana caranya, sebaiknya kita kembali pada satu kalimat sakti. Banyak jalan menuju Roma. Kembali pada skill masing-masing. Yang pandai di bidang konservasi SDA, sangat indah jika melakukan reboisasi dengan memilih bibit yang cocok untuk struktur tanah di Gunung Pasang. Ada banyak sisi yang bisa kita lakukan. Tapi terlepas dari semuanya, kita harus satu kesepemahaman, bahwa Gunung Pasang butuh recovery lingkungan. Mari kita lakukan apa yang memang harus kita lakukan. Salam Lestari...! Sedikit Tambahan Tulisan ini tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan sepak terjang seorang kawan bernama Memed. Saat terjadi bencana, dia pro aktif di sana. Dan saat satu persatu mulai meninggalkan lokasi, dia masih menyediakan waktu untuk 'bermesraan' dengan Gunung Pasang, hingga sekarang. Mas Memed bergerak hanya atas dasar hati. Sangat merdeka. Semoga dia tidak tahu kalau saya kagum sekaligus minder jika memperbincangkan Gunung Pasang. Dalam keterdiaman dan persahabatannya dengan sepi, Mas Memed seakan akan hendak merobek mulut dunia. Pesannya sederhana, Gunung Pasang butuh cinta. Bahwa ada retakan rawan longsor dan kerusakan lahan (sisa bencana banjir bandang yang lalu, juga akibat keserakahan) yang butuh di recovery. Jika itu dibiarkan, petaka mengintai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI