OG : Saya dari kecil menggeluti dunia tenis meja dan bulu tangkis. Jadi saya menginginkan atlet tenis meja atau olahraga apapun, setelah menyatakan pensiun memiliki modal.
Saya di SD kelas V dan VI main tenis meja, seangkatan dengan pebulutangkis Liem Swie King. Liem Swie King dibina sama Djarum. Tenis meja tidak ada. Saat kelas V dan VI SD itu dalam kejuaraan, Polisi Dalmas saya kalahkan.
Kalau kita sama atlet Jepang umur 15 tahun bisa juara dunia, kita tidak kaget. Waktu itu saya umur 11 dan 12 tahun bisa mengalahkan perintis kok. Kalau dilatih lagi tiga tahun intensif bisa masuk ke atlet dunia.
KP : Kenapa anda tidak teruskan ?
OG : Tidak ada yang bina. Dulu yang menjadi binaan Djarum itu atlet bulutangkis, tenis meja tidak ada. Jadi Lien Swie King maju menekuni bulutangkis, tapi sekolahnya ditinggal. Nah, kalau saat itu saya meninggalkan bangku sekolah mungkin tidak jadi Wakapolri. Hehe.
KP : Selama empat tahun menjabat, suka dukanya seperti apa ?
OG : Peran KONI lah. KONI apa sih, yang bikin rusak olah raga itu KONI. Undang-Undang mengatakan, organisasi yang mandiri itu KONI, jangan terlalu mengurus macam-macam.
KP : KONI ikut campur dengan urusan tenis meja dan olah raga lainnya ya ?
OG : Iya. Saya bilang, KONI yang " sensor ". Benar saya. Mereka pelayan kita. Kalau sudah ada cabang olahraga punya ADART berbadan hukum. KONI cuma mendaftar saja. Jangan dipikir saya struktur militer atau polisi.
KP : Ada saran buat KONI ?
OG : Kalau tidak bisa kerja, ya bubar saja. KONI perlu ditinjau kembali atau Fit and proper test