KP : Begitu ya. Lalu, target ada kedepan bagaimana ?
OG : Saya sudah menyaksikan kejuaraan tenis meja ditingkat asia maupun dunia. Kalau dilihat dari postur tubuh, atlet kita tidak kalah, iya kan. Atlet Cina dan atlet Indonesia hampir sama tingginya.
Kedepan nanti bagaimana caranya kita memotivasi fighting spirits atlet. Atlet-atlet negara lain fighting spiritnya seperti lebih tinggi dari pada kita. Mungkin juga karena tingkat kesejahteraan mereka lebih bagus atau lebih baik.
KP : Anda juga berniat mensejahterakan atlet tenis meja gitu ?
OG : Oh Iya. Iya dong. Liga kita buka lagi, kemungkinan setelah masuk bulan puasa. Masa tenis meja kalah sama sepak bola.
KP : Untuk liga itu tidak ada masalah ya ?
OG : Tidak ada masalah, iya kan. Yang jelas saya ingin ada atlet tenis meja termahal di Indonesia atau dunia, siapa yang bakal ? Termahal itu digaji 200 juta perbulan. Harus ada dong, supaya masyarakat ingin punya mantu atlet tenis meja. Kalau atlet Indonesia punya gaji 5 sampai 7.5 juta rupiah, siapa yang ingin punya mantu dengan gaji seperti itu.
KP : Yang jelas anda ingin melihat atlet tenis meja Indonesia hidupnya sejahtera ?
OG : Iya, iya. Begini, waktu saya bertemu dengan Menpora (Iman Nahrowi) saya sampaikan, Pak! Kenapa atlet olimpiade kalau dapat emas kita tidak kasih 50 milyar saja. Kan dia mencapai olimpiade berapa tahun. Kalau empat tahun sekali, kan empat kali emas dapat 200 Milyar rupiah.
16 tahun bertahan berarti 200 Milyar, kan lebih bagus dari pada gajinya Wakapolri. Coba Wakapolri mulai dari Letnan Dua tidak sampai seperti itu. Jadi, saya memotivasi atlet gitu. Jangan berpikir gaji Wakapolri dan Kapolri jadi bintang empat itu gajinya besar, tidak ada itu.
KP : Anda begitu familiar dengan olahraga tenis meja, sejak kapan menggeluti olahraga ini ?