Mereka itu cari duit, yaitu duit upah dan modal kerja dari banyak sumber. Gua tulis aja yang menurut gua paling penting, yaitu sumber duit tertutup, abu-abu dan terbuka. Sumber duit yang tertutup, yaitu yang susah dilacak dan diaudit.Â
Contohnya adalah duit dari klien, temennya klien, bobol rekening lawannya, korupsi anggaran dari institusi resmi, duit persenan yang katanya wajib atas nama agama tapi ternyata digelepin sama elitnya, hasil setoran ormas dan hasil palakan/pemerasan orang yang di blackmail/diancem preman dan lainnya.
Sumber duit yang terbuka, yaitu yang bisa gampang dilacak dan terkadang si akademisi buzzer ini pamer bukti transaksinya. Beberapa contohnya adalah: hasil donasi terbuka dari publik, hasil penjualan merchandise, hasil jualan tiket konser/stand up comedy/gathering, pembayaran buat ikut grup khusus di medsos/forum, hasil penjualan konten eksklusif, pembagian deviden, keuntungan saham di pasar terbuka, hibah dari orang yang pihak yang dibolehin nongol di publik, keuntungan penjualan aset yang boleh dipublikasi ke publik dan lainnya.
Nah, buat sumber duit yang abu-abu nih, sebenernya ini sumber tertutup, tapi secuil dibuka ke publik supaya gak direcokin terus dan hampir pasti dikasih bumbu disinformasi.
Untuk cara mereka nutupin diri dari publik (biar misi ngebuzzer nya gak mencolok), ada beberapa cara yang gua temuin, nih diantaranya:
1. Bikin disclaimer kalo konten yang dia buat itu menyuarakan kegelisahan rakyat.
2. Ngasih tags yang populis.
3. Ngaku kalo konten yang dia buat itu murni berupa jeritan hati nurani.
4. Di bagian awal dan akhir kontennya teriak teriak 'ha ha hi hi harga mati!"
5. Bikin baksos, sepedaan bareng, makan-makan mewah yang penuh dengan pujian berlebihan kepada kliennya.
6. Bawa-bawa cap organisasi resmi dan formal pas bikin kegiatan yang cuma bikin untung faksi dia sendiri, kayak kerjaan salah satu stafsus tuh.