Tahun ajaran baru kali ini menjadi pukulan telak bagi ekosistem pendidikan di sejumlah daerah. Sekolah negeri mengalami kelebihan daya tampung, ruang kelas tak lagi cukup menampung siswa, sementara di sisi lain sekolah swasta merasakan sepinya peminat bahkan hingga titik nadir: tanpa pendaftar.
Fenomena ini tak bisa dibaca hanya dari satu sisi. Ini bukan sekadar "efek sekolah gratis" atau "pilihan rasional orang tua", tapi lebih dalam dari itu --- ia adalah sinyal bahaya tentang ketidakseimbangan sistemik dalam kebijakan pendidikan kita.
Sekolah Negeri: Ketika Akses Tidak Diimbangi Daya Tampung
Kebijakan sekolah gratis yang digaungkan pemerintah adalah upaya mulia dalam menciptakan pemerataan akses pendidikan. Tapi sebagaimana setiap kebijakan publik, implementasinya harus dikawal dengan desain sistem yang matang.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sekolah negeri, yang menjadi tumpuan utama dari program ini, justru kelebihan beban. Jumlah siswa membeludak, ruang kelas tak memadai, rasio guru-siswa melejit, dan suasana pembelajaran menjadi kurang kondusif. Guru terpaksa mengelola kelas besar, siswa kekurangan perhatian individual, dan mutu pembelajaran pun berada dalam tekanan.
Tanpa pembatasan kuota kelas yang wajar, dan tanpa penambahan SDM serta infrastruktur, kebijakan ini bisa berubah dari niat baik menjadi bumerang.
Sekolah Swasta: Mati Pelan dalam Senyap
Sementara itu, sekolah swasta mengalami krisis eksistensial. Dulu mereka adalah penyokong utama pendidikan di berbagai daerah, bahkan sebelum negara hadir dengan infrastrukturnya. Kini, banyak dari mereka seakan tak lagi mendapat tempat dalam sistem yang baru.
Salah satu penyebab yang mulai disorot adalah sistem penerimaan siswa (SPMB) yang tidak terbuka bagi sekolah swasta. Banyak sekolah swasta tidak muncul di pilihan aplikasi atau tidak dapat diakses siswa secara digital, sehingga kehilangan kesempatan mendapatkan pendaftar sejak awal.
Lebih dari sekadar sepi siswa, kondisi ini memicu efek domino: guru kehilangan pekerjaan, fasilitas terbengkalai, dan komunitas pendidikan yang dulu hidup kini perlahan memudar. Jika ini dibiarkan, sekolah swasta tak hanya sepi, tapi mati pelan-pelan --- dan pendidikan nasional kehilangan salah satu pilar pentingnya.
Sinyal Bahaya yang Tak Boleh Diabaikan