Mohon tunggu...
Hanif Ahmad
Hanif Ahmad Mohon Tunggu... Koki - Bekerja sebagai Head Pastry Chef

Shilaturahmi dengan menulis di RPHA Cianjur/Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pembanding Pengetahuan adalah Sebuah Keadilan

25 Maret 2020   14:15 Diperbarui: 25 Maret 2020   14:25 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mr. Om dan Mang Nata | Dok. pribadi

Mr. Om :
Jika dilihat fenomena sekarang, buah pikiran terbagi dua kelompok. Pertama yang mengumpulkan bahan apa yang mereka pikirkan. Misalnya jika pikirannya emosi benci, maka data-data yang dikumpulkan hal-hal yang menambah kebencian sekalipun itu fatamorgana atau hoax. Kedua adalah bila pikiran emosi suka, maka data-data yang dikumpulkan dan dilihat hal-hal yang menambah emosi suka sekalipun hoax.

Mang nata :
Pengamatan yang baik sekali Mr. Om...

Mr. Om :
Pola pikir seperti itu terus berulang-ulang dan bisa jadi mindset yang menutup pikiran sebaliknya. Apalagi sampai tidak dapat pengetahuan pembanding lainnya.

Mang nata :
Pembanding pengetahuan adalah sebuah keadilan untuk membangun kemajuan sebuah kaum. Tapi sebagian orang tidak menyadarinya, sudah menghukum dirinya seperti terbelenggu dalam emosi kebencian.

Mr. Om :
Ini sejalan dengan kalimat seorang filosofis yang mengatakan : "kita adalah apa yang kita pikirkan" atau kata-kata bijak itu berujar : "jika ceret isinya kopi maka yang tertuang adalah kopi juga".

Mang nata :
Berarti kalau isi pikiran kita kebencian, maka apa yang diucapkan akan kebecian juga. Begitu yaa Mr. Om...?

Mr. Om :
Yaaa benar seperti itu,
masalahnya tidak hanya yang dipikirkan saja yang keluar tetapi beriringan dengan emosinya, jika emosinya positif auranya baik. Namun jika emosinya negatif, maka auranya tidak akan nyaman bagi lingkungan.

Mang Nata :
Dalam hal ini apa hikmah yang bisa kita upayakan Mr. Om...?

Mr. Om :
Oleh karena itu emosi yang khususnya negatif perlu beberapa pendekatan termasuk terapi, emosi perlu ditata. Dan ternyata bentuk terapinya banyak pilihan mulai dari pisik, mental emosi, dan pikiran itu sendiri. Salah satu bentuk terapi tersebut adalah menjalani pendekatan kepada Allah SWT, seperti dengan berdoa, dzikir atau shalat.

(Cerita Mang Nata 336)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun