Mohon tunggu...
Wenas Haritama
Wenas Haritama Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hanya orang kebanyakan di tengah-tengah orang banyak.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ekonomi Blusukan: Solusi Syar’i dan Funky

20 Februari 2014   16:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:38 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia membutuhkan angin segar. Paling tidak, setelah sekian lama berada dalam kungkungan stagnasi entah itu politik, ekonomi, sosial, dan sejenisnya, masyarakat membutuhkan sebuah alternatif baru pelega sesak dada mereka. Fenomena Jokowi misalnya, merupakan sebuah terobosan jitu sebagai pelega sesak dada masyarakat setelah selama ini mereka ter-stigma-kan – bahwa pemimpin hanya duduk manis di kursinya. Jokowi menangkap atmosfer kebosanan masyarakat ini kemudian menciptakan sebuah tren manis yang sederhana – blusukan. Lantas, apakah yang membuat perbedaan secara substansiil dalam dinamika masyarakat? Mudah, perubahan (baca: keberpihakan) ke arah atmosfer kerakyatan.

Maka jika direduksi secara awam, dapat dikatakan bahwa apa-apa yang berbau kerakyatan – keberpihakan pada rakyat – akan menjadi sebuah tren yang membuat pelaku-pelaku di dalamnya menjadi ikon yang (niscaya) populer. Lantas, apakah cukup jika hanya para pemain-pemain utama yang membuat perbedaaan dengan blusukan? Mungkinkah sudah saatnya apabila blusukan tidak hanya menjadi sebuah tren perorangan, tetapi menjadi sebuah tren sistem. Mungkin juga sudah saatnya jika blusukan menjadi sebuah ekosistem yang terbangun dan terkontrol dengan baik sehingga menumbuhkan dengan subur aura kerakyatan yang lebih ngawula.

Langkah yang paling fundamental untuk memulai perubahan adalah memilih sistem yang palling fundamental dan esensial dari kehidupan bangsa – sistem perekonomian. Sistem perekonomian sebuah bangsa mencerminkan karakter masyarakatnya sekaligus sebagai alat ukur kesejahteraan bangsa tersebut. Sistem ekonomi saat ini – yang berputar secara parsial di tingkat menengah atas – menimbulkan sebuah ketidakseimbangan karakter bangsa, yang mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat pada negara. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan sebuah sistem ekonomi yang bersifat blusukan yang bisa menjangkau semua segmen masyarakat baik yang bersifat inferior maupun superior. Namun, tidak hanya cukup sampai di situ saja. Sistem ekonomi blusukan nantinya juga diharapkan bisa menjangkau ke dalam diri tiap-tiap pelaku ekonomi dari tingkat bawah sampai atas. Harapannya, ekonomi blusukan tidak hanya bergerak ke relung-relung paling bawah dari sistem kemasyarakatan, tetapi juga menembus pribadi dan kesadaran individual setiap personal masyarakat.

Sudah menjadi konsep umum yang dianut oleh masyarakat – bahkan diajarkan dalam pelajaran ekonomi yang paling dasar – bahwa motif ekonomi setiap manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan, memperoleh keuntungan, memperoleh penghargaan, memperoleh kekuasaan. Ini berarti sejatinya secara esensial, seluruh aspek kegiatan ekonomi yang dilakukan dengan dalih memenuhi kebutuhan diri, hanyalah berkutat seputar kepemilikan – ingin menguasai, memiliki, menimbun –  untuk memuaskan keinginan egoistis diri. Ini kemudian membuat manusia lupa bahwa tidak semuanya bersifat kepemilikan privat. Masih ada hal-hal yang bersifat kepemilikan bersama: air, bahan bakar, udara. Dan setiap hal tersebut, negara seharusnya memiliki kontrol penuh, paling tidak untuk memberi jaminan pada pelaku ekonomi dalam masyarakat yang tidak  (belum) mempunyai kekuatan dan kekuasaan untuk ambil peran dalam survival of the fittest.

Pada sistem ekonomi konvensional, pelaku ekonomi bebas melakukan segala upaya untuk memuaskan motif ekonominya tanpa batas. Dengan sistem ekonomi yang blusukan, pelaku ekonomi akan melihat kanan kiri terlebih dulu sebelum mengembangkan motif ekonomi mereka secara bebas dan terkesan individualistis. Ini dikarenakan ekonomi  blusukan yang syari akan memberikan sebuah kontrol dalam diri tiap-tiap pelaku ekonomi, yang kemudian akan menciptakan sebuah keseimbangan imanen untuk kemudian memiliki sebuah prioritas dalam kegiatan ekonomi mereka yang berjalan secara kolektif (baca: kebersamaan). Permainan harga, penimbunan, kenaikan kuota barang impor, adalah hal-hal yang harusnya diatasi dalam diri tiap-tiap individu yang memiliki kuasa dan kontrol penuh akan hal tersebut. Ekonomi blusukan yang syari akan memberikan keseimbangan, sehingga menciptakan kontrol diri untuk menekan kebutuhan yang tidak terbatas akan keuntungan, kekuasaan, dan pemenuhan kebutuhan.

Ekonomi blusukan secara given, memiliki kesadaran religiositas. Naluri dasar manusia yang selalu ingin menguasai setiap hal, mengeskploitasi demi kepentingan pribadi, dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, tidak akan pernah dapat diatasi oleh sebuah sistem, bahkan yang terbaik sekalipun. Salah satu cara yang paling mungkin adalah, menyentuh kesadaran religiositas dari tiap diri manusia, dan mengingatkan kembali akan naluri dasar manusiawi yang menghargai kebersamaan sosial, dan kesadaran komunal primitif yang dahulu pernah dimiliki ketika manusia masih berusaha berdialektika dengan alam yang keras. Ekonomi syari yang blusukan ini akan menekan ego-ego “sikut sana-sikut sini” dan menggantinya dengan naluri tepa selira yang saling ewuh pakewuh (baca: saling memahami). Pada tahap lebih lanjut, ekonomi syari memberikan sebuah kontrol dalam diri, menciptakan sebuah keseimbangan imanen untuk kemudian memiliki sebuah prioritas dalam kegiatan ekonomi mereka untuk berjalan secara kolektif yang dinamis (baca: kebersamaan).

Ekonomi syari yang dilakukan secara blusukan juga akan memberikan solusi dari permasalahan yang paling mendasar dalam kehidupan manusia – berusaha memenuhi kebutuhan yang serba tak terbatas, dengan alat pemuas kebutuhan yang serba terbatas. Solusi yang pertama adalah, menciptakan sebuah keseimbangan dalam diri sekaligus penerapan sistem prioritas dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi. Kedua, kembali mentransformasikan manusia menjadi bagian dalam kebersamaan kolektif yang saling bergerak dalam lingkaran dinamis untuk menciptakan sebuah keseimbangan ekonomi yang berujung pada kesejahteraan bersama. Dan terakhir, mewujudkan sebuah masyarakat yang mandiri dalam perekonomian dan bisa menyeimbangkan dirinya sendiri jika terjadi kolaps sistem. Secara ideal nantinya, ekonomi syari yang bermain blusukan ini akan menjadi sebuah lifestyle yang menyatu dalam setiap gaya hidup masyarakatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun