Mohon tunggu...
Muh Zaenuddin
Muh Zaenuddin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Zuhud ala Umar Bin Khattab

6 Januari 2018   23:32 Diperbarui: 7 Januari 2018   00:04 2055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Terdapat suatu kelompok yang mengira bahwa zuhud berarti meninggalkan usaha dan sengaja bermiskin untuk beribadah kepada Allah SWT, sehingga berdampak pada banyaknya orang yang tidak bekerja dangan dalih mendekatkan diri kepada Allah.

Pemahaman yang salah terhadap zuhud seperti itu muncul akibat mengutamakan kemiskinan atas kekayaan secara mutlak, dan mengira bahwa kekayaan itu kontradiksi dengan kezuhudan. Sesungguhnya dalam fikih ekonomi Umar RA terdapat banyak riwayat yang memaparkan pemahaman yang benar tentang zuhud, dan menyanggah orang yang keliru dalam memahami makna zuhud, yang penjelasannya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, Umar RA menjelaskan bahwa zuhud dengan maknanya yang benar adalah salah satu akhlak mulia yang dianjurkan oleh Islam. Di antara perkatannya dalam hal ini adalah, "Zuhud terhadap dunia adalah ketentraman hati dan jasmani". Dan dalam suratnya ke Abu Musa, beliau mengatakan, "Sesungguhnya kamu tidak akan memperoleh amal akhirat dengan sesuatu yang lebih utama daripada zuhud terhadap dunia". Dan Umar RA mengartikan zuhud sebagai berikut: "Zuhud adalah mengambil hak dari setiap orang yang di sisinya terdapat hak, dan menganggap cukup dengan apa yang mencukupinya, karena jika tidak tercukupkan oleh sesuatu yang mencukupi, maka tidak ada sesuatu apapun yang mencukupinya.

Dan ketika Umar mengetahui bahwa sekelompok ahli ibadah mengabaikan dalam mencari rizki dan menjadi beban orang lain, maka beliau mengarahkan mereka dengan perkataannya, "Wahai ahli ibadah! Angkatlah kepalamu, karena jalan telah jelas. Berlomba-lombalah dalam kebaikan, dan janganlah kamu menjadi beban bagi kaum muslimin.

Kedua, apa yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa zuhud tidak bertentangan dengan usaha dan kekayaan. "Bahkan zuhudnya orang kaya lebih sempurna daripada zuhudnya orang miskin, karena orang kaya bersikap zuhud padahal dia mempunyai kemampuan, sedangkan orang miskin zuhud karena memang tidak mampu. 

Dan di antara keduanya tentu terdapat perbedaan yang jauh. Dan Rasulullah SAW adalah orang yang paling zuhud terhadap dunia. Ibnu Jauzi berkata, "Zuhud itu bukan berarti meninggalkan yang halal dan menyia-nyiakan harta, karena boleh jadi orang kaya itu zuhud, jika hatinya kosong dari dunia, dan boleh jadi orang yang miskin itu gila dunia jika sangat loba terhadap dunia, dan hatinya dipenuhi dengan dunia. Ini berarti bahwa zuhud berkaitan dengan hati, yaitu "tidak terpautnya hati dengan dunia, meskipun dunia dalam kekuasaannya."

Ketiga, zuhud yang dituntut dalam bidang konsumsi berbede dengan zuhud yang dituntut dalam bidang produksi. Artinya, seorang muslim dituntut berprouksi dan berusaha mencari rizki agar menjaga dapat menjaga dirinya dan keluarganya dari membutuhkan orang lain, dan dapat berinfak dalam berbagai kebaikan. 

Di mana zuhud di sini dapat dicapai dengan menjauhi yang haram, menetapi kaidah-kaidah syariah dalam berproduksi, mengambil hak yang menjadi miliknya dan menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Sedangkan zuhud dalam konsumsi -disamping harus menjauhi hal yang dilarang menurut syariah- juga harus berimbang, merasa cukup dengan apa yang mencukupinya, dan meninggalkan konsumsi sebagian miliknya karena mengutamakan orang lain dengan tujuan mencari ridha Allah SWT.

Keempat, zuhud tidak diterapkan bagi orang yang berhenti dari bekerja agar menjadi beban bagi masyarakat. Sebagai dalil dalam hal ini adalah sabda Nabi Muhammad SAW,

"Zuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah mencintai kamu, dan zuhudlah terhadap apa yang di sisi manusia, niscaya manusia mencintai kamu"

Dan sebelumnya telah disebutkan bahwa Umar RA melarang orang-orang yang ahli ibadah untuk meninggalkan usaha, dan menjelaskan kepada mereka bahwa mereka tidak boleh menjadi beban bagi manusia. Sebagaimana Umar bin Khattab juga mewasiatkan kepada umat Islam dalam perkataanya, "Hendaklah kamu memutuskan apa yang di tangan manusia, karena tidaklah seseorang memutuskan sesuatu melainkan dia tercukupkan darinya, dan hindarilah tamak, karena sesungguhnya tamak adalah kemiskinan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun