Mohon tunggu...
Abi Permana
Abi Permana Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menulis

Bertamasya dengan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penyakit Korupsi yang tak Henti Menyerang

27 Oktober 2018   15:22 Diperbarui: 27 Oktober 2018   15:26 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Korupsi sepertinya sudah menjadi virus yang kian kuat menyerang tubuh Indoensia ini. Belum lepas dari ingatan kita bahwa pada bulan lalu, sebanyak 44 anggota DPRD Kota Malang beramai ramai menjadi pesakitan di Komisi Pemberantasan Korupsi, kali ini berturut turut beberapa orang Kepala Daerah menjadi tersangka di KPK.

Korupsi memang tak pelak telah menjadi salah satu penyakit yang kian tumbuh subur di dalam tubuh pemerintahan Indonesia. Kita boleh saja berteriak bahwa pada masa Orde Baru, korupsi sudah sangat membahayakan, namun pada masa reformasi, penyakit itu bukannya malah berkurang atau bahkan menghilang, namun justru makin parah dan menggerogoti. Korupsi di masa orde reformasi hanya memindahkan pelakunya saja.

Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk memberantas korupsi, seperti menerbitkan UU no 31 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi lengkap dengan aturan turunanannya. Memperkuat peran dan fungsi KPK dan instrumen hukum lainnya bahkan sampai memberikan reward kepada saksi dan pelapor kasus korupsi, namun sepertinya itu tidak mempan. Korupsi tetap saja menyerang. Bersarang telak bahkan di ulu hati partai berkuasa.

Ditangkapnya para kepala daerah baik dari kalangan partai koalisi pemerintah maupun kepala daerah yang berasal dari partai koalisi oposisi membuktikan bahwa korupsi tidak selalu dilakukan oleh penguasa namun juga sebaliknya. Setiap haripun, saat ini, media seakan tidak pernah lepas dari pemberitaan kasus korupsi yang menjamur di berbagai sektor dan daerah. Korupsi seakan menjadi penyakit yang tak ditemukan obatnya. Sudah lama Indonesia merdeka, namun tetap saja korupsi masih belum ditemukan solusinya.

Terbaru memang pemerintah menerbitkan PP 43/2018 yang berisikan tentang imbalan Rp 200 juta bagi pelapor kasus korupsi, lisan maupun tulisan, elektronik maupun nonelektronik. Sehingga dengannya, masyarakat dapat memberikan informasi dugaan tindakan korupsi.  Namun, hal itu justru menjadi persoalan tersendiri.

Persoalan itu adalah jaminan keamanan saksi/pelapor dan validitas data yang disampaikan. Sebab seperti yang diterakan pada alinia pertama tadi, korupsi saat ini sepertinya hanya perpindahan pelaku saja. Dulu kalian, sekarang kami.

Sebagai salah satu upaya pemberantasan korupsi yang telah menjamur di Indonesia keberadaan PP tersebut memang harus diapresiasi sebagai. Namun kelemahan darinya, bagaimana jika yang menjadi pelaku adalah hampir seluruh anggota dalam satu wadah pemerintahan?. Rumit kan.

Dulu sekali, dimasa pemerintahan Presiden SBY pernah ada wacana untuk memperluas institusi KPK dengan mendirikan kantor KPK di daerah. Namun wacana itu menguap entah kemana. Wacana lain adalah memasukkan program pemberantasan korupsi dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, namun sami mawon, wacana itu juga tak jelas juntrungannya.

Sejatinya pemberantasan korupsi bukankah pekerjaan yang dapat dilakukan secara terpisah pisah. Pemberantasan korupsi harus dilakukan secara sistimatis dan terpadu. Faktor utama pemberantasan tindak pidana korupsi adalah moral yang kurang kuat. Tidak ada gunanya Pendidikan Anti Korupsi diwacanakan dalam kurikulum pendidikan dasar dan perkuliahan jika tak mendidik karakter siswanya.

Agamamapun telah membahas bahwa korupsi adalah tindakan yang tak beradab dan dilarang agama. Bahkan dalam kitan suci Al Quran disebutkan larangan memakan harta oramg yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah).

Artinya, jika mau serius memberantas korupsi, lakukan secara tersistim dan niat kuat. Bukan dengan cara seperti saat ini. Korupsi justru lebih banyak dilakukan oleh oknum politisi dari partai penguasa. Cek saja catatan kepala daerah dan kader partai yang tersangkut kasus korupsi di KPK. Dari partai mana mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun