Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Salam dan Sarane

13 Desember 2019   11:03 Diperbarui: 13 Desember 2019   13:14 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maas Maanan ( Kabar Malteng )

Seperti yang tidak terduga, kota Ambon mendapatkan predikat sebagai kota percontohan toleransi di Indonesia. Ambon juga dinobatkan sebagai salah satu Work City Of Music oleh UNESCO. Banyak sekali prestasi menggembirakan yang diproduksi dari provinsi kepulauan di East Indonesia ini.

Sebagai kota percontohan toleran, lebelin Salam dan Sarane masih saja dipakai pada komunikasi dua arah. "Salam" identik dengan umat muslimn sementara "Sarane" identik dengan umat Kristiani. Konflik 1999-2000 adalah peristiwa terburuk yang dihasilkan setelah tumbangnya rejim orde baru.

Lahirnya reformasi bukannya memperbaiki suasana sosial kemasyarakatan, malahan narasi kebencian agama kemudian diacungkan. Akibatnya, ratusan kehidupan meninggal. Perusakan dan pengunsian menjadi momok menakutkan bagi entitas diri manusia. Itulah masa lalu yang tidak boleh terjadi lagi.

Salam dan Sarane harus bergerak melebihi kapasitas toleransi. Sumbur cinta kasih dalam mimbar masjid dan gereja. Kita punya filsafat kehidupan yakni Pela-Gandong yang jauh hari telah lahir sebelum disepakatinya pancasila sebagai ideologi negara Indonesia. Masa lalu nene moyang kita sudah paham kalau potong dikuku rasa di daging, tertanam dalam sanubari dengan rapih.

Salam dan Sarane jangan mengiri sana-sini, fokuslah kedepan. walaupun pada faktanya, salam dan salam masih konflik menjadi-menjadi. Begitu juga, sarane dan sarane. Rebut tapak batas dengan membunuh kerukunan yang sudah bertepi di dalam dapur dan atap rumah.

Pohon sagu banyak manfaatnya, Salam dan Sarane harus belajar dari pohon itu. Walau lambat laung politisasi beras  dan Sawit banjir menghantam, hampir punah sagu dan jarang lagi dikonsumsi oleh masyarakat Maluku. Tapi pelajaran dari rimbun pohonnya harus kita petik dan sebarkan ke penjuru semesta.

Saling curiga kita tinggalkan, kembalilah seperti yang dulu. Bila Salam membangun masjid, Sarane datang membantu. Sarane membangun gereja, Salam datang mengulak semen campur pasir dan batu kriril. Kan enak to? Dari pada baku taru kira par ajakan saling serang. Itu munafik dan langgar sumpah janji.

Ada Pesparawi dan MTQ, samua hadir untuk saling menyemangati. Ini indah pada hari-hari yang tak berambisi. Sejumlah tokoh politik harus siapkan diri untuk tenggelamkan narasi dan opini yang mencaci dan memaki. Biarkan Papalele dan jibu-jibu keluar masuk untuk berteriak," ikan-ikan-ikan. Ada yang mau bali ikan ka seng?" Tanpa beban.

Kalau itu sudah tidak bisa, Salam dan Sarane harus berdiri. Tinggalkan Mobile Legend dan Free Fire di layar hape. Karna kekuatan dan persatuan harus berbentuk nyata, bukan asumsi menekan tochscream untuk mencari musuh dan memenangkan pertarungan. Nau-nau.

Kalau mau makan papeda dan keliling sakota, jaga hati jangan sampai ia terbang mencari api dan amunisi. Itu berbahaya bagi identitas lokal dan kampanye edukasi yang mengalir aktif. Salam dan Sarane harus panggayong ke laut luas, mangael ikan Komu untuk berteman kuali yang sedang menyala diatas tungku bara api.

Habis itu, mari bernyanyi Sio Maluku dan goyang Wayase menurut keyakinan masing-masing. Jangan dipolitisasi goyangan seseorang. Karena kita akan bersedih bila tidak bergoyang seusai salam-salaman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun