Mohon tunggu...
ABI ASHABI
ABI ASHABI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Posisi Strategis "Nusantara" sebagai Ibu Kota Baru

4 Maret 2022   11:37 Diperbarui: 4 Maret 2022   11:52 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perencanaan pemindahan ibu kota sudah lama dibincangkan, tepatnya pada april 2017. Bahkan presiden Joko Widodo sudah meninjau beberapa daerah sebelum menetapkan Kalimantan Timur sebagai ibu kota, diantaranya daerah Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan. 

Tentunya pemindahan ibu kota ini memiliki beberapa pertimbangan mulai dari geografis, risiko kebencanaan, hingga ekonomi dan lain-lain. Penetapan nama ibu kota dengan sebutan "Nusantara" tidak lain sebutan yang sudah mendunia dan menjadi ikonik bagi Indonesia sendiri.

Penyebab pemindahan ibu kota ini diantaranya adalah kepadatan penduduk di Jakarta yang setiap tahunnya meningkat, menurut data kependudukan jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai 10.467.600 jiwa per akhir 2018, dengan alasan ini Jakarta sudah mengemban beban yang cukup berat dengan jumlah penduduk yang banyak. Bahkan permasalahan-permasalahan dasar yang disebabkan banyaknya penduduk diantaranya kemacetan yang setiap hari tidak ada habis-habisnya menyebabkan banyaknya polusi dari asap-asap kendaraan sehingga udara di Jakarta tergolong kurang bersih bahkan masuk dalam kategori tidak sehat dengan nilai indeks kualitas udara (AQI) sebesar 240, dimana angka tersebut dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat Jakarta itu sendiri. Tidak hanya itu hal lain yang menjadi permasalahan adalah tingkat inflasi yang terus meningkat, menurut data inflasi tahunan di Jakarta mencapai 3,27% per akhir 2018, hal ini disebabkan banyaknya orang yang pindah ke Jakarta untuk mencari pekerjaan dan mengadu nasib sehingga permintaan akan kebutuhan hidup seperti tempat tinggal, makanan dan kebutuhan lainnya terus bertambah menjadikan harga berbagai kebutuhan menjadi melonjak tinggi.

Dilihat dari sisi risiko kebencanaan, Jakarta rawan sekali akan risiko kebencanaan tepatnya banjir yang kerap kali menjadi masalah setiap tahunnya, hal ini disebabkan sedikitnya lahan penghijauan sehingga tidak ada daya serap air yang cukup untuk menampung, faktor lain juga dikarenakan banyaknya rumah penduduk yang kumuh dan kurang sadar akan pentingnya menjaga lingkungan, banyaknya pabrik industri yang membuang limbahnya ke sungai sehingga sungai tercemar dan menjadi kotor, bahkan menurut riset sungai-sungai yang berada dikawasan jakarta 96% tercemar sehingga Jakarta krisis akan ketersediaan air bersih.

Dengan permasalahan-permasalahan yang ada, sehingga pemikiran pemindahan ibu kota ini dikaji lebih dalam oleh presiden Joko Widodo, pada tanggal 26 Agustus 2019 presiden Joko Widodo mengumumkan secara resmi letak ibu kota baru, yaitu di sebagian Kab. Penajam Paser Utara dan sebagian Kab. Kutai Kartanegara pada sidang konferensi pers di Istana Negara.

Faktor-faktor penetapan ibu kota baru di daerah tersebut diantaranya yaitu faktor geografis yang sangat strategis karena di daerah tersebut merupakan poros tengah Indonesia sehingga koordinasi untuk pembangunan wilayah barat dan timur Indonesia dapat dijangkau dan bisa berjalan lebih efektif sehingga tidak ada lagi anggapan bahwa Indonesia adalah Jawasentris karena semua pusat berada di pulau Jawa, faktor lain adalah minimya risiko kebencanaan menurut penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Kalimantan tidak ada risiko gempa bumi dan tsunami bahkan gunung meletus, karena gunung-gunung yang berada di daerah Kalimantan tidak ada yang aktif sehingga risiko kebencanaan di Kalimantan Timur berpotensi sangat rendah, hal ini menjadi faktor paling utama dalam menajalankan pembangunan ibu kota baru karena sebagai pusat pemerintahan faktor kerusakan alam harus bisa dicegah, faktor pemerataan ekonomi juga sebagai faktor penunjang pemindahan ibu kota karena dengan adanya pemindahan pusat pemerintahan harapanya adalah pembangunan akan jadi lebih merata, ketersediaan lahan pun menjadi salah satu faktor, di Kalimantan Timur tersedia lahan pemerintah seluas 180 ribu hektar, hal ini menjadikan proses pembanguan jauh lebih mudah karena tidak harus ada pemindahan alih hak tanah warga setempat menjadi hak pemerintah, dan faktor yang terpenting adalah pemilihan daerah tersebut ditinjau dari lokasi yang berdekatan dengan perkotaan yang sudah berkembang seperti balikpapan dan samarinda sehingga untuk akses transportasi dan akses lainnya pun sudah tersedia.

Kebijakan pemerintah yang seperti ini tentunya menuai pro dan kontra dari masyarakat, karena banyak hal yang dikhawatirkan oleh masyarakat. Dampak dari adanya pemindahan ibu kota adalah akan mungkin menimbulkan kemacetan yang baru karena tentunya semua pegawai kenegaraan akan berpindah tugas di lokasi ibu kota yang baru, sehingga faktor kemacetan yang seharusnya diselesaikan justru menimbulkan kemacetan di lokasi lain. Dampak selanjutnya adalah rusaknya lingkungan, yakni rusaknya hutan hujan Kalimantan yang menjadi paru-paru dunia dan bahkan ekosistem yang berada pada hutan tersebut akan terancam punah. Namun, hal ini perlu dilaksanakan karena jika tidak dilakukan maka permasalahan-permasalahan yang ada di Jakarta akan semakin banyak, rumit dan sulit untuk dicarikan solusi. Sehingga kebijakan pemerintah seperti ini perlu kita dukung guna kemajuan negara menjadi yang lebih baik karena disetiap keputusan pasti akan ada risiko dan dampaknya.

Oleh : Khaerul Ashabi, Mahasiswa KKN MIT-13 DR UIN Walisongo Semarang 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun