Kumpulan para pendengki siap mencaci maki untuk sebuah khilaf dan salah. Tak sedikit, Sekelompok orang menggelar aksi Anies Baswedan meminta mundur dari Gubernur setelah menjadi anggota banser NU.Â
Ini bukan seonggok jabatan dijadikan alasan untuk saling menjatuhkan di tengah kekisruhan awal tahun bencana alam nasional. Selain itu, Banser NU bukan organisasi terlarang itu seperti Partai Komunis Indonesia (PKI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Front Pembela Islam (FPI).
Jika kita memahami tidak ada pemimpin yang tidak berusaha semaksimal mungkin untuk penanganan pandemi korona di Indonesia. Namun karena sering memakai kaca mata kuda semua dilakukan petahana menjadi salah sangka.
Fakta berbeda termanifestasikan dalam Banser NU di Jakarta tanpa diliput media blusukan di tengah masa dengan protokol kesehatan. Sosialisasi keliling ke pasar tradisional sampai ke mall terkenal.
Jika lantaran dengki menyerang hati, tak peduli latar belakangnya. Maka permusuhan adalah jalan paling melukai hati yang suci anggota baru dari Banser NU.
Anies tak lagi seorang diri menjadi Gubernur Jomblo Ibu Kota hingga nanti unit lainnya juga yang belum dicek akan dicek oleh pujangga DKI dan wakilnya pujangga dari Gerindra.
Angka kasus Covid-19 kian melonjak, dengan sabar mereka ingatkan demi keselamatan namun apa daya pendengki tak beri solusi dengan teriakan Anies Mundur!
Seonggok jabatan banyak mendominasi hasrat kekuasaan untuk menjatuhkan dengan permusuhan dan kebencian. Maka itu, awal akut delegitimasi keluhuran sangat dikecam dalam politik kebangsaan Banser NU.
Jangankan jadi Gubernur DKI, Jika ketua RT dan RW tak kita hormati sampai kapan angka kasus kian menurun signifikan. Selama 1 tahun lebih covid-19 ini berbagai macam hinaan dan cacian kepada orang keturunan arab semancung Afghan.
Dalam kesabaran pujangga DKI selama ini mengajak warga bekerja sama tuk mewujudkan Jakarta bebas korona. Karena ia tidak ingin rakyat yang dicintainya menjadi celaka.