Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kewajiban Belajar Jadi Negarawan

12 Desember 2021   07:23 Diperbarui: 12 Desember 2021   07:28 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Abdul Wahid

Pengajar Universitas Islam Malang dan Penulis Buku

Dengan belajar dari tokoh, kita akan banyak mendapatkan mutiara berharga dalam hidup ini. Dengan belajar dari guru, kita akan dapat ilmu. Dengan  belajar dari orang tua, kita dapat menghayati keikhlasan, pengabdian, dan kebeningan nurani. Semakin banyak kita belajar, maka kita semakin dahaga untuk mereguk kepuasan, karena kita merasa masih kurang, baik dalam hal mencari maupun mengabdikan hidup.

Salah satu guru filsafat yang banyak dijadikan acuan kaum filosof di dunia adalah Plato. Pikiran-pikiran filosof ini digunakan sebagai sumber pijakan bagi manusia yang menginginkan kebaikan dan kebajikan dalam hidupnya. Plato mengajarkan banyak hal, diantaranya soal kesusilaan, kebenaran, kejujuran, dan keadilan.

Dalam soal kepemimpinan pun, Plato seringkali memberikan pesan khusus baik kepada murid-muridnya maupun  manusia secara umum, bahwa seseorang yang sedang mendapatkan kepercayaan atau diberi tanggungjawab memimpin itu berarti sedang menanggung tugas besar, berat, dan mulia dalam hidupnya. Beratnya tugas yang dihadapi seseorang terletak pada kewajiban yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya, sementara kemuliaannya terletak pada kemaslahatan yang bisa dipenuhi dan dirasakan oleh pihak lain atau masyarakat yang tergantung dari kewajiban yang dilaksanakannya.

Dalam buku masterpiece-nya  yang berjudul Republic", Plato misalnya menyampaikan pesannya,  bahwa "penguasa itu dimanatkan oleh Tuhan pertama-tama dan terutama agar mereka menjadi penjaga yang baik (good guardians) sebaik seperti terhadap anak mereka sendiri."

Pesan Plato itu sangatlah sarat muatan moral-edukatif atau mengandung dimensi etika dan pendidikan. Pesan sang filosof  ditujukan pada para pemimpin yang sedang menduduki posisi jabatan strategis, yang dikenal dengan elitisme kekuasaan supaya saat jadi pemimpin atau pejabat, mereka ini ingat dan giat menegakkan amanat yang dipercayakan kepadanya. Amanat yang dipercayakan harus dijaga dengan segenap jiwa raganya atau pertaruhan apa saja. Dari jabatan yang dibelanya ini, ada raga kehidupan umat atau kepentingan publik yang memang wajib dilindungi atau diselamatkan. (Imam, 2007)

Kedudukannya merupakan jembatan yang menentukan baik buruknya kehidupan umat (rakyat).  Ketika kondisi umat sedang tidak baik, ada kemaslahatan rakyat yang belum terpenuhi, atau kebutuhan dasar masyarakat yang serba kurang, maka hal ini menjadi indikasi, bahwa jiwa kepemimpinan berbasis amanat belum ditegakkan.

Kondisi riil umat merupakan cermin perilaku pemimpinnya. Rakyat akan jadi kuat atau berdaya di tangan pemimpin yang kuat. Rakyat akan kehilangan hak-haknya di tangan pemimpin yang lemah. Rakyat menjadi tidak berdaya (empowerless) di tangan pemimpin yang lebih mementingkan menjaga kepentingan-kepentingan pribadinya, sementara kepentingan publik diabaikn. Rakyat berada dalam kesulitan di tangan pemimpin yang sibuk mencari kemudahan untuk dirinya. Rakyat berada dalam ketertindasan ketika pemimpin  sengaja mengabaikan amanat kepemimpinannya.

Bilamana penguasa itu mampu menunjukkan peran-peran sejati dan sucinya sebagai mediator, mobilisator dan advokator atas hak-hak rakyat, maka penguasa itu telah menjalankan etos kepemimpinannya yang berdasar dan berpondasi amanat dan cinta. Pemimpin yang tidak merasa bahwa kepemimpinannya mengandung amanat akan cenderung jadi pemimpin yang khianat. Sedangkan sikap khianat dapat mendatangkan (mengakibatkan) negara ini akrab dengan madarat (kejelekan/kerusakan) (Muhammad, 2003).

Rakyat akan diantarkan oleh sosok penguasa (pemimpin) seperti itu pada kondisi kehinaan, banyak dihimpit penderitaan, akrab dengan kesulitan yang menyesakkan sendi-sendi kehidupan atau sulit terbebaskan dari ancaman kemiskinan sistemik dan absolut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun