Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filosofi Makelar Jabatan

18 Oktober 2021   08:04 Diperbarui: 18 Oktober 2021   08:08 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Oleh Abdul Wahid

Pengajar Universitas Islam Malang dan penulis Buku

Perjalanan citra pemimpin negeri ini barmacam-macam. Ada jalur buruk yang justru tidak dindarinya selama mengemban amanat sebagai pemimpin. Terbukti tidak sedikit pimpinan daerah seperti bupati, walikota, dan lainnya yang terseret menjadi pengkhianat atau menjatuhkan opsi jadi "malversasis" dengan cara memanfaatkan kekuasaan yang dipercayakan padanya.

Mereka itu seharusnya menjadi teladan dalam menciptakan rezim lokal yang bersih dan berwibawa atau rezim yang mencerminkan kekuatan populistic kerakyatannya, akan tetapi kekuasaan (jabatan) telah membuatnya terdorong melakukan penyalahgunaan amanat, seperti terjerumus berkolaorasi kriminalistik dengan para makelar jabatan, atau dirinya ikut terseret menjadi makelar,

Jika dengan perbuatan itu, norma yuridis diingkarinya dan menempatkan dirinya jadi subyek pelanggar hukum, maka bukan stigma abdi negara yang diperolehnya, melainkan sekumpulan musuh negara, Akibat perbuatan yang bersubstansikan pada pengkhianatannya ini, kondisi negeri ini  "pantas" jika lebih menampakkan diri dengan wajah mengerikan dalam urusan jabatan dan korupsi, suatu negeri yang di dalamnya dihuni oleh segerombolan para penyelingkuh eksklusif yang sibuk berloncatan kesana kemari untuk menggerogoti kekayaan rakyat.

Dari awal sebenarnya mereka tahu kalau yang dilakukannya merupakan penyimpangan kekuasaan (abuse of power) atau pengingkaran sumpah jabatan, akan tetapi mereka tetap menempuhnya, yang mengesankan seolah "masa depan" menghuni penjara, sebatas sebagai konsekuensi logisnya.

Jabatan sebagai pimpinan daerah dinilai public sebagai jabatan strategis, pasalnya berurusan dengan kepentingan makro masyarakat, yang kepentingan ini berelasi dengan uang besar. Uang besar yang dipercayakan pengelolaaannya pada daerah menjadi daya tarik istimewa bagi siapapun yang berkeinginan mengambil "manfaat", baik oleh dirinya sendiri sebagai elit pimpinan daerah maupun elemen tertentu di masyarakat.

Elemen tertentu di masyarakat yang tertarik menggiringnya menjadi kriminalis berdasi adalah para calo jabatan unit dan anggaran. Makelar ini bisa berasal dari elit politik dewan, oknum eksekutif, atau pihak lain yang, diantaranya mampu mendapatkan akses informasi ke bagian perumus dan pengambil kebijakan, yang kemudian akses informasi ini dijua atau "dibargaining-kan"  kepada phak ketiga dan seterusnya.

Kasus tersebut layaknya lingkaran setan, pasalnya ada sindikasi dalam lintas birokrasi atau zona kekuatan khusus bertajuk "tangan-tangan gaib" (the invisible hands) yang melibatkan kolobarasi kriminalitas antara oportunis politik yang bertindak menjadi calo, eksekutif, dan pengakses informasi. Dalam lingkaran setan ini, masing-masing pemain terikat atau mengikatkan dirinya dalam prinsip simbosis mutualisme.

Kolaborasi para oknum tersebut sepertinya hanya menempatkan  kepala atau pimpinan daerah sebagai korbannya, pasalnya pimpinan atau kepala daerah berposisi terpaksa harus menyetorkan (mendistribusikan) sejumlah fee kepada pihak-pihak yang berjasa pada daerah yang dipimpinnya, padahal bukan tidak mungkin dibalik yang diterima oleh para calo, juga ada diantaranya yang menjadi "haknya".

 Lingkaran setan itulah yang mendeskripsikan masih kuatnya stigamtsiasi republik bajingan, yang sebenarnya bisa dicegah, bilamana sejak awal, kepala atau pimpinan daerah bersikap tegas terhadap segala bentuk percaloan. Karena praktik percaloan ternyata memberikan keuntungan instan yang spektakuler dalam mengisi pundi-pundi kekayaannya, akhirnya mereka memilih mengedepankan mental serakah dan "malin kundang" untuk melibatkan diri dalam sindikasi percaloan anggaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun