Hal pertama yang mudah dilihat dari syariat islam adalah betapa mudahnya serta luasnya sektor toleran atau medan netral yang secara sengaja atau tidak disinggung oleh lektur-lektur keagamaan dan dibiarkan oleh pembuat syariat (Tuhan) menjadi suatu kemakluman, baik secara sadar maupun tidak akhirnya kemakluman ini menjadi suatu fleksibilitas syariat itu sendiri.
Fleksibilitas adalah sifat lentur dan dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada di sekelilingnya. Fleksibilitas syariat Islam berarti kelenturan hukum/syariat Islam yang menghadapi berbagai macam permasalahan yang muncul di tengah-tengah transformasi sosial masyarakat.
Kondisi sosial yang terus berubah ini menuntut syarat agama itu sendiri untuk mampu menjawab berbagai macam polemik yang mencuat. Selain itu juga faktor adat kebiasan dan kondisi di suatu tempat dapat menguji bagaimana sifat hukum Islam yang fleksibel mampu menyesuaikan dengan keadaan yang ada.
Sifat Fleksibel syariat Islam tersebut terbukti dengan dibuatnya beberapa kaidah oleh ahli hukum Islam antar lain :
الحُكْمُ يَدُورُ مع علّته وجودا وعداما
“Sebuah hukum dapat berotasi (berlaku) berbarengan dengan ada atau tidaknya ‘illat (kesusahan)”.
العادةُ محكمةٌ
“ Suatu adat kebiasaan bisa dijadikan patokan suatu hukum”.
Dari dua kaidah tersebut mengisyaratkan bahwasannya hukum islam itu dalam berubah apabila adanya sebuah kesulitan dalam menjalankan syariat itu, serta hukum ini pun bisa dijangkau dari hukum adat suatu tempat. Hal ini menjadi bukti bahwa sejatinya hukum Islam itu bersifat fleksibel dalam menghadapi berbagai keadaan dan juga permasalahan yang muncul di masyarakat.
Selain merumuskan kaidah hukum, para ahli hukum Islam juga membuat dan mengatur berbagai cara dalam pembuatan dan penetapan hukum selain dari Al-Quran dan Hadits, antaranya :
- Qiyas, adalah menyamakan hal yang belum ada nash hukumya dengan hal lain yang sudah ada hukumnya,
- Istihsan
- Istislah, menjadikan kemaslahatan umum sebagai acuan dalil utama.
- Tradisi (urf).
Dengan adanya metode penetapan hukum diatas juga menjadi bukti lain bahwasanya hukum Islam itu tidaklah memaksa.