Mohon tunggu...
Abdul Rojak
Abdul Rojak Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah hiburan, menulis adalah pelepasan ide dan gagasan

ABDUL ROJAK, tinggal di Depok, Jawa Barat, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Telur Sebagai Perekat Batu Candi?

11 Oktober 2010   05:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:32 6390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dongeng tentang pembangunan Candi dengan menggunakan perekat telor sesungguhnya bukanlah tanpa alasan. Dalam sejarah Indonesia tertulis bahwa bangunan bersejarah, seperti candi, masjid atau benteng pada zaman dahulu salah satu bahan perekat pengganti semen adalah dengan (putih) telor, dicampur dengan campuran, kapur, pasir, dan tanah liat, seperti Masjid Sultan Riau Penyengat di Tanjung Pinang (1832) atau pada masa sekarang ini, banyak yang menggunakan putih telor sebagai perekat alternative selain lem buatan, untuk merekatkan keramik atau kaca yang pecah. Namun untuk pembuatan Candi, Kraton atau Petirtaan (tempat pemandian Raja dan bangsawan) di masa lalu, terutama pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Budha, pemakaian (putih) telor sebagai bahan perekat belum ada bukti yang menguatkannya. Dari banyak penemuan situs arkeologis bercorak Hindu-Budha sesungguhnya pembuatan sebuah bangunan ada teknik tersendiri, entah itu yang berbahan dasar tanah liat (di daerah Sumatera, Jawa Barat dan Jawa Timur) atau pun yang berbahan dasar batu kali (andesit) (di daerah Jawa Tengah). Lalu bagaimana proses pembangunan candi itu sendiri? Kurang lebih sama dengan pembangunan gedung modern. Bahan-bahan dikumpulkan, batu-batunya (atau bata) disusun, lalu dibuat berbagai macam hiasan yang membuat candi kelihatan lebih sakral, penuh makna. Tapi ada teknik penyusunan batu maupun bata yang khas dari candi. Untuk candi berbahan bata tekniknya lebih sederhana. Bata digosokkan satu sama lain sampai tercipta bubuk yang dapat berperan seperti semen lalu diperciki dengan air. Dijamin kuat, bahkan mungkin jauh lebih kuat dari semen modern. Buktinya setelah ratusan tahunpun bangunan-bangunan ini masih bertahan. Tapi candi yang menggunakan batu lebih rumit karena batu-batu tersebut disambung-sambung satu sama lain. Ada banyak teknik sambungan batu yang kita kenal, salah satunya teknik sambungan batu langsung. Caranya? Di salah satu permukaan sebuah batu dibuat sebuah tonjolan, dan di batu lain di buat semacam ‘lembah' yang cocok dengan batu satunya lagi. Jadi mirip seperti puzzle yang dicocok-cocokkan satu sama lain. Ada juga sambungan batu pengunci. Dengan teknik ini, batu-batu dikaitkan lewat bantuan batu pengunci di tengah-tengah kedua batu itu. Inipun sesungguhnya tekhnik yang juga dipakai untuk membangun Piramida di Mesir, jadi kalau ada dongeng tentang Jin atau Alien (makhluk asing) yang membuatkan bangunan-bangunan megah di masa lalu hal tersebut adalah isapan jempol. Lalu pertanyaan berikutnya adalah bagaimana batu-batu candi yang besar dan berat tersebut bisa sampai naik ke atas, apalagi teknologi roda di masa pembuatan piramida belum ada?. Para ahli kini telah menemukan jawabannya, yaitu dengan mengubur bangunan dasar yang sudah jadi dengan tanah, begitu seterusnya untuk bagian badan candi, sampai bagian atap candi. Setelah semua rampung dan selesai kemudian, tanah penutup (urugan) itu dibongkar kembali dan seluruh candi dibersihkan. * Penulis adalah Guru Sejarah SMA Avicenna Cinere


Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun