Mohon tunggu...
Abdul Chalik
Abdul Chalik Mohon Tunggu... -

Abdul Chalik adalah peneliti dan staf pengajar Fisip, Ushuluddin dan Filsafat dan Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya. Keahlian di bidang 'Politik Islam Kontemporer', 'Politik dan Pemerintahan Lokal', "Ideologi dan Politik" dan "community engagement". Sudah menulis 13 buku, 42 artikel jurnal yang diterbitkan secara nasional dan internasional, dan 38 penelitian. Pendiri dan Direktur The Sunan Giri Foundation (Sagaf) yang bergerak di bidang riset, pemberdayaan di bidang pelayanan publik. The Sunan Giri Award merupakan salah satu program utama di bidang pelayanan publik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ideologi Politik Tidak (Pernah) Mati

4 November 2017   05:07 Diperbarui: 4 November 2017   05:14 1732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya ingin memulai diskusi dengan mengilustrasikan beberapa kejadian terakhir di Indonesia dan dunia yang menyita perhatian banyak orang. Bom Thamrin, pengejaran teroris Poso, peristiwa Gafatar merupakan peristiwa penting yang menyita perhatian banyak orang. Bom London, Menchester, Paris dan terakhir New York yang juga menyita perhatian dunia. Titik akhir kesimpulan dari berbagai elemen adalah;ternyata teroris (masih) ada, keinginan untuk mendirikan Negara baru tidak pernah berhenti, dan ideologi (politik) terus diperjuangkan tanpa kenal waktu.

Sebagai bangsa yang dihuni oleh mayoritas muslim, isu tersebut ibarat petir di siang bolong. Dalam sejarah teror di Indoensia, selalu membawa nama Islam, baik sebagai pelaku, sasaran atau jargon dan alat perjuangan. Jargon yang sangat popular adalah memperjuangkan tegaknya syariah Islam sesuai dengan ajaran Nabi melalui revolusi negara.  Mendirikan negara Islam atau khilafah adalah goal dari perjuangan mereka.

Ideologi politik? Di sinilah persoalan yang sesungguhnya. Apa itu ideologi? Saya mengutip salah satu pendapat pakar. Bahwa "ideologyis defined as a set of structured cognitive and affective attitudes that form a belief system for an individual or group. The elements of that belief system provide a philosophical foundation or mental framework for interpreting and explaining both observable and nonobservable phenomena. In addition to ethical or moral guidance, goals and means to attain those goals also are subsumed under a belief system". (Devin Springer, 2009). 

Kira-kira ideologi dipahami seperti ini, yaitu seperangkat sikap kognitif dan afektif terstruktur yang membentuk sistem kepercayaan bagi individu atau kelompok. Unsur-unsur sistem kepercayaan tersebut memberikan landasan filosofis atau kerangka mental untuk menafsirkan dan menjelaskan fenomena yang dapat diamati dan tidak dapat diamati. Selain panduan etika atau moral, tujuan dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut juga termasuk dalam sistem kepercayaan.

Ideologi merupakan pandangan tentang sesuatu yang membentuk pemikiran dan tindakan. Ideologi politik merupakan pandangan, pemikiran dan cita-cita politik. Jika terjadi pada kasus muslim, apakah Islam sebuah ideologi politik? Jawabnya ya. Tetapi Islam sebagai agama dan pandangan (umat) tentang Islam adalah sesuatu yang berbeda. Basam Tibi menyebut istilah Islamism. Islamisme bukanlah Islam, tetapi Islam yang sudah ditarik pada ranah politik atau kepentingan. 

Radikalisme dan terorisme yang dilakukan oleh beberapa muslim bukanlah Islam, tetapi hanyalah membonceng kebesaran Islam untuk kepentingan kekuasaan. Kata Tibi, ""it is precisely the politicization of religion that fundamentalism addresses. It is in this sense that I subscribe to a strict distinction between Islam as a religious belief , to which I myself adhere, and Islamic fundamentalism as a political ideology based on an equally selective and arbitrary politicization of religion". (1998)

Karena agama ditarik dalam kepentingan, maka akan selalu abadi. Itulah ideologi. Ideologi politik Islam akan selalu ada, tergantung bagaimana umat memahami dan memaknainya. Ideologi politik Islam bukanlah sesuatu yang menakutkan asalkan dilakukan dengan menggunakan saluran yang benar. Atau asalkan dengan tidak diperjuangakan melalui jalan kekerasan dan teror.

Buku saya, "Islam, Negara dan Masa Depan Ideologi Politik", yang terbit Juni 2017 lalu (Pustaka Pelajar Yogya) hendak mendiskusikan kembali atas pemikiran tentang ideologi sebelumnya. Tesis Fukuyama dalam bukunya, "The End of History and The Last Man", (1992) mengatakan bahwa paska perang dingin, tidak akan ada lagi pertarungan antar ideologi besar, karena sejarah telah berakhir dengan kemenangan kapitalisme dan demokrasi liberal. 

Meskipun menyadari evolusi sejarah, Fukuyama beranggapan bahwa demokrasi liberal merupakan titik akhir dari evolusi ideologis umat manusia sekaligus bentuk final pemerintahan manusia. Runtuhnya Soviet dan ambruknya tembok Berlin menjadi pertanda kalahnya sosialisme, dan sebagai gantinya adalah perayaan dan kemenangan kapitalisme tanpa ada kompetitornya. Dengan logika Fukuyama determinisme historis Fukuyama yang meyakini apa yang ia sebut dengan sejarah direksional, keterarahan sejarah pada tujuan akhir tertentu. Inilah yang kemudian mengantarkan Fukuyama pada kesimpulan akhir sejarah.

Tetapi peristiwa Black September 2001 merubah semuanya. Dunia justru tercengang ketika melihat perubahan dunia. Dunia kaget melihat kemunculan aktifis-aktitif yang mengusung nama Islam. Peristiwa tersebut yang disusul dengan rentetan radikalisme dan terorisme yang seolah ingin menunjukkan bahwa ideologi politik tidak pernah mati. Ideologi politik akan hidup, selama manusia itu masih hidup. Begitu kira-kira pesan-pesan ideologis yang ingin disampaikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun