Mohon tunggu...
Abdi Husairi Nasution
Abdi Husairi Nasution Mohon Tunggu... Editor - Penulis lepas, filatelis, numismatis, serta penggiat lari dan sepeda.

Menulis membuat saya terus belajar tentang segala hal dan melatih kepekaan terhadap lingkungan sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Awas, Siluman Kloningan di Kompasiana!

29 Maret 2011   16:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:19 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1301414402142699182

Tulisan ini terinspirasi gara-gara membaca satu tulisan seorang kompasianer. Saya tak akan menyebut judul tulisan yang baru saya baca tadi itu, apalagi menyebut nama penulisnya. Dalam tulisannya itu dia setengah menggugat (sepertinya pada admin Kompasiana) kenapa seorang penulis favoritnya di Kompasiana tak lagi sering muncul di headline. Tak seperti dulu, tulisan-tulisan penulis favoritnya itu sering jadi headline. Padahal  tulisan-tulisan penulis favoritnya tersebut cukup berbobot, memberi banyak manfaat, bahkan hal-hal yang katanya remeh temeh pun bisa menjadi tulisan-tulisan yang berbobot. Dia pun tak lupa memberi link untuk tulisan-tulisan dari penulis favoritnya itu, yang dia anggap berbobot tadi dan beberapa di antaranya memiliki jumlah pembaca yang sampai ribuan. Itulah subjektivitas si penulis tentang penulis favoritnya. Dia pun bertanya pada admin Kompasiana, apakah ada aksi pendiaman terhadap tulisan penulis favoritnya itu, apakah karena  penulis favoritnya itu sering mengkritik admin sehingga membuat admin antipati terhadap tulisan penulis favoritnya itu, sehingga tak lagi (jarang) menjadikan tulisan penulis favoritnya itu sebagai headline. Untuk tudingan dan pertanyaannya terhadap admin Kompasiana itu saya anggap terlalu naif. Taklah mungkin admin sampai bertindak senaif itu oleh karena kritikan. Saya pun senyum-senyum sendiri baca tulisan sang penggemar yang membela penulis favoritnya dalam sebuah tulisan khusus tentang penulis favoritnya, cuma gara-gara tulisan penulis favoritnya itu tak lagi (jarang) dimuat jadi headline. Jarang-jarang lho, bahkan (barangkali) tak pernah seorang kompasianer memiliki penggemar sefanatik itu, hingga bela-belain membuat sebuah tulisan pembelaan (seperti pledoi) bernada protes pada admin Kompasiana. Kalaupun ada, berarti kompasianer itu merupakan satu-satunya yang mempunyai penggemar fanatik sesama kompasianer. Salut dan saya beri aplause untuk itu. Tadinya saya tak menaruh curiga dengan orang yang buat tulisan yang saya maksud di atas. Apalagi saya pun kenal dengan penulis yang dia maksud dan sering membaca tulisannya juga. Dari gaya tulisan, pemilihan kata, dan bahasanya mempunyai kemiripan dengan penulis favorit yang dia bela tadi. Saya pun penasaran untuk melihat lapaknya. Tulisannya cuma beberapa karena dia baru tercatat sebagai Kompasianer di awal tahun ini. Kecurigaan saya pun makin bertambah setelah membaca tulisan-tulisannya, tema-temanya mirip dengan tema kegemaran sang penulis favoritnya. Saya pun langsung bertanya dalam hati, adakah si penulis merupakan orang yang sama dengan penulis favoritnya tersebut? Pertanyaan itu langsung saya tepis karena saya tak mau dituduh berprasangka pada orang lain. Namun, dalam sebuah media sosial seperti Kompasiana memang sangat dimungkinkan seseorang itu membuat kloningan dirinya sendiri menjadi dua kloningan, tiga kloningan, hingga ratusan kloningan. Itulah yang saya maksud dengan siluman kloningan. Tujuan pembuatan kloningan ini banyak ragamnya, ada yang bertujuan agar tulisannya selalu masuk jajaran teraktual, menarik, bermanfaat, hingga menjadi tulisan yang banyak meraih jumlah pembaca atau terfavorit. Bahkan kloningan itu bisa digunakan pula untuk tujuan seperti di atas, dan itu sangat dimungkinkan. Tapi sudahlah, itu urusan mereka demi eksistensinya. Itu urusan mereka untuk mendapat pengakuan secara instan. Lagian, peduli apa saya dengan mereka, piiis. Sumber gambar: http://lukevi.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun