Ini adalah kisah fiktif. Awal terbitnya inspirasi dalam tulisan ini akibat teringat pada Gayus yang telah mendekam di bui dan sedang menjalani masa hukumannya. Dari situlah lalu dikaitkan dengan kisah-kisah "seru" dan menegangkan tentang sepak terjang Gayus dalam korupsi dan mafia perpajakan sampai dengan bagaiamana cara ia berkolaborasi. Kisah tak kalah seru lainnya adalah tatkala ia melarikan diri dan kemudian tertangkap hingga akhirnya ia menjalani proses hukum dan sekarang mendekam di hotel "prodeo" selama Tujuh tahun penjara
Dahulu -ketika orang banyak bersumpah serapah terhadap Gayus - ia adalah sosok yang tiada henti menghiasi blantika pemberitaan mafia korupsi dan pajak di Indonesia. Seolah-olah dialah manusia yang paling bejat tiada berperi karena telah memasung kekuatan dan spremasi hukum ke dalam lingkaran setan yang sulit untuk dimasuki dari celah manapun.
Setalah Gayus mendekam di penjara, lambat tapi pasti persoalan Gayus pun mulai sirna pelan-pelan. Ibarat panas setahun mulai terhapus oleh musim hujan yang akan segera tiba. Sosok dan pemberitaan Gayus pun mereda.
Gayus sendiri dari balik teralis besi mengikuti perkembangan mafia hukum dan korupsi di dalam negeri dengan baik. Bahkan ia menduga tempat tinggalnya saat ini Lembaga Pemasyarakatan atau Lapas (LP) Cipinang bakal kedatangan tamu lainnya. Para tamu itu tak lain adalah "penonton" yang selama proses peradilan terhadap Gayus berjalan adalah orang-orang yang ikut menggeleng-gelengkan leher mereka tak percaya "reputasi" PNS terkaya di dunia ini beraksi dalam kasus melawan hukum.
Masih dalam terawangannya, Gayus menduga apa jadinya jika beberapa tamu itu adalah Nazaruddin, Miranda dan Nunun akan mendekam di penjara dalam blok yang sama? Bahkan apa jadinya jika Anas terbukti bersalah, menjadi TSK dan juga akan menjalani juga masa tahanannya di tempat yang sama suatu saat nanti (Jika Terbukti dan menjadi Tersangka).
Masalahnya -menurut Gayus- Lapas mana lagi yang pantas untuk ukuran koruptor kelas kakap dan penyuap seperti mereka? Ke Lapas Salemba, akan sangat berdesakan di sana. Selain rawan akibat jumlah sipir hanya 23 orang (bertugas Shift) jumlah penhuninya juga sudah padat. Jumlah narapidana di Lapas Salemba mencapai 1023 napi, jauh dari kapasitas semestinya, yakni 825 napi. (sumber :Di sini)
Ke Lapas Nusakambangan, rasanya tak mungkin karena kesannya sangat angker dan tidak mengalahkan rekor Tomi Mandala Putra.
Ke Lapas Suka Miskin Bandung juga sudah tidak mungkin, karena selain sudah overload (553 orang) dari seharusnya 530 penghuni (sumber : Di sini) Lapas Suka Miskin juga tidak terima tamu lagi dari DKI dan sekitarnya.
Lapas Karawang sudah tidak mungkin. Masalahnya, Lapas Karawang idealnya hanya untuk menampung 831 orang ternyata telah dihuni oleh 962 napi dari berbagai bidang pelanggaran hukum (per Agustus 2011.Sumber : Di sini ).
Ke Lapas Pemuda, Tangerang sangat riskan, karena Lapas ini terkenal tingkat keributannya akibat jumlah sipir yang tidak memadai. Menurut Hadi, penjagaan di Lapas Pemuda terkadang tidak optimal karena jumlah napi yang mencapai 1.985 orang, sementara petugas sipir hanya 103 orang. "Ini yang terkadang merepotkan kami. Karena setiap shift pertugas yang jaga berkisar 21 - 25 orang," ucapnya. (sumber :Di sini).