[caption id="attachment_175369" align="aligncenter" width="680" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Orang Indonesia dari Balita hingga orangtua, sudah mengenal luar-dalam mengenai tempe. Hampir sudah pernah mencicipinya. Rasanya, enak, gurih, dan bergizi tinggi. Namun, ada yang unik dan menarik ketika teman saya yang bermukim di Jeddah Arab Saudi, Muis, bercerita mengenai “tempe” yang diidentikkan dengan wanita.
Kata dia, satu di antara penyebab terjadinya kasus perkosaan Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia di Arab Saudi disebabkan karena “tempe”. Apa iya, kasus perkosaan berkaitan dengan “tempe” yang menjadi favorit pelengkap menu khas Indonesia? Ah, yang benar saja!!!
Tahun 2004 lalu, ketika saya berhadam sebagai petugas haji Indonesia, diundang makan siang bersama di Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Jeddah. Ada kelakar sederhana meluncur dari petinggi Konjen RI, saat menyodor tempe.
Tempe itu, kata Konjen disukai orang Arab karena wanita Indonesia diibaratkan dengan “tempe” padat dan sekat, meski godaan lain datang dari seyuman manja yang menggoda nafsu hingga meruntuhkan iman kaum Adam. Banyolan sederhana seperti itu menggiring suasana tawa tidak terbendung, tetapi menciptakan suasana santai dan lebih akrab.
Saat itu, saya belum faham maksud tersirat dari ungkapan itu. Tetapi, kalam tidak diperpanjang karena sajian makan siang sudah tersedia di depan mata, sungguh menggoda selera. Apalagi, ragam lauk yang tersedia ditambah perut sudah keroncongan mengundang nafsu makan, sehingga banyolan Konjen saat itu kurang diperhatikan.
Usai makan, Konjen mengajak saya dan beberapa teman ingin melihat kondisi riil ruangan tempat penampungan TKW bermasalah di Konjen RI Jeddah. Di sana, saya kaget dan terenyuh saat menyaksikan kondisi TKW yang bermasalah. Sebagian besar dari mereka berusia muda belia. Bahkan, beberapa TKW dari Jawa Barat ada yang berusia 13 tahun.
Protes saya ketika itu, bukan karena wanita Indonesia itu padat seperti tempe, tetapi ikhwal itu karena eksploitasi anak dibawah umur. Siapa sih yang tega mengirim gadis mungil dan polos mengais rejeki ke luar negeri, padahal bekal keterampilan yang dimiliki masih minim. Siapa sih yang tidak tergoda dengan “daun muda”, padat plus wajah cantik memesona, kecuali iman yang kuat terpatri kukuh dalam hati.
Di tempat penampungan itu, sebagian ada juga kaum Hawa yang berusia paruh baya dan sudah berumah-tangga yang mengais rejeksi di negeri jauh. Namun, kondisi itu masih lebih baik ketimbang yang lari dari majikannya dengan berbagai ragam persoalan. Ada yang diperkosa majikannya, tidak dibayarkan sebagian gaji, bahkan ada yang kerja rodi, disiksa, dan lainnya. Mereka keluar dari rumah majikan hingga terlunta-lunta tidak tahu hendak kemana.
Kadang mereka bisa berlindung pada majikan lain yang lebih baik. Tetapi, ada juga yang jatuh tertimpa tangga, sebagian ada yang berlindung pada sesama pekerja Indonesia. Maka tidak heran jika seorang laki-laki Indonesia di Arab Saudi banyak yang beristri lebih dari satu. Karena kalau seorang perempuan sudah diikat dengan tali pernikahan, meski harus menghadapi masalah dengan istri tua dan lainnya akan jauh lebih aman karena mantan majikan tidak akan berani mengganggunya lagi.
Cara itu cukup ampuh untuk menghindari kejaran majikan yang nakal dan kejam, tetapi persoalan lain akan muncul ketidakakuran antara istri tua dan istri muda. Apalagi, menghadapi hidup bersama dalam sebuah rumah sempit bersama anak.
Moratorium yang diberlakukan kepada TKW Indonesia di Arab Saudi, diakui sebagai satu solusi terbaik, sekaligus pembelajaran bagi Pemerintah RI, serta perusahaan yang mengirim TKW di Arab Saudi. Ini bentuk perlindungan terhadap TKW sebelum ada aqat kerjasama yang lebih manusiawi.
Kita bisa belajar pada Pemerintah Filipina yang memberlakukan aturan ketat, sekaligus perlindungan negara terhadap rakyatnya yang mengais rejeki di negeri orang. Kita masih gagap soal perlindungan TKW. Sampai kapan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI