Mohon tunggu...
Giwangkara7
Giwangkara7 Mohon Tunggu... Dosen - Perjalanan menuju keabadian

Moderasi, sustainability provocateur, open mind,

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Singapura Nginap

29 Desember 2017   15:03 Diperbarui: 29 Desember 2017   15:28 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiga hari di bulan Desember 2017, berkesempatan untuk melakukan perjalanan dinas ke Singapura. Perjalanan "terpaksa" karena ada miskomunikasi yang jadi kesalahan individu penulis terakumulasi dari kolektifitas organisasi yang belum begitu profesional berlaku. Dalam perjalanan sebelumnya, biasanya saya tidak sampai menginap di Singapura, hanya singgah saja. Terutama ketika membeli tiket murah untuk perjalanan lebih jauh. hehehe... 

Maksud hati mau jalan cepat, naik armada L***. penerbangan pagi. Ternyata loket yang dibuka cuma satu. Sehingga menghabiskan waktu antri cukup lama. Setelah agak lama ngantri, baru diberi tahu bahwa ada dibuka loket bagi penumpang yang tidak membawa bagasi. Di loket tanpa nama. Keanehan berlanjut saat menuju pesawat. Ternyata pesawat nya ada di terminal lainnya. Jadi naik bis bandara L, keluar dari Terminal yang seharusnya wkwkwkwk... Aneh banget yaa...  Penerbangan berlangsung cukup aman, namun hati deg-degan juga untuk menuju ke KBRI. Apalagi harus antri di imigrasi Singapura pula, pasti ada waktu yang perlu dikeluarkan.

Di Singapura dan Beijing memiliki kesamaan. Sepeda sewa berbasis QR code Scan. Kalau di Beijing menggunakan wechat,di Singapura menggunakan aplikasi yang di unduh dari Playstore. (Foto diambil dari twitter penulis). Saya semakin yakin bahwa budaya uang berbasis QR code dalam waktu dekat akan menular ke Indonesia. 

Benar juga, ketika sampai ke Bandara. Langsung tancap gas cari taksi online (Pakai G***). Dengan tarif tidak terlalu mahal, mirip dengan taksi normal. Sampai di KBRI suah lebih dari pukul 12.00 waktu Singapura. Sehingga harus menunggu buka layanan siang. Layanan siang dibuka jam tiga sore. Pak Cik Satpam disana sangat disiplin memberi sosialisasi cara berpakaian maupun antri masuk. Sebagai orang Indonesia merasa benar bahwa kita itu kurang civilized diperlakukan. Tapi gak salah juga sih, kalau tidak diatur kita orang yang mau masuk tidak mau antri, saling dulu-duluan. weeleeh weleeh. Ketika sudah memperoleh info yang pasti, lalu kitapun memperpanjang usia tiket pesawat, lalu i memesan kamar hotel... hostel tepatnya. Perjalanan memperpanjang usia tiket dengan taksi biasa dari KBRI ke bandara beda 1 SGD dengan taksi online.

Setelah itu menuju hostel, hotel backpacker yang ada di daerah Indian town. Turun dari stasiun kereta, berjalan beberapa ratus kilometer menuju penginapan. Penginapan cukup murah, hanya sepuluhan dolar Singapura. Maklum hari Senin. Penginapan khusus backpackeran tersebut bernama Mori Hostel. Sekamar enam orang dengan kamar mandi diluar. Sambungan internetnya cukup bagus. Walaupun kesannya sempit dan kumuh. Disekitar ini banyak sekali komunitas orang keturunan India. Bahkan kami mencari makan di sebuah buffet all you can eat Makanan India. Merasakan makan "beras manis" sesudah makan. Serta makanan tradisional ala India disana. Agar merasakan suasana lain, pada malam keduanya, kita mencari hotel yang agak beda.

Dengan mencari di situs booking hotel, dapatlah satu hotel di daerah Geylang. Cukup murah untuk ukuran hotel berbintang. Ternyata daerah situ adalah zona merah. Saat berjalan dari stasiun menuju hotel, tanda-tandanya mulai terlihat. Banyak pedagang kaki lima menjual obat-obatan yang khusus untuk menstimulus perilaku tertentu, waduh... Demikian pula saat di sekitar hotel banyak toko-toko alat bantu, tempat hiburan malam, dan... rumah bordil. Ketika waktu semakin malam, suasana mulai hingar bingar dengan lampu kerlap kerlip menyala. Setelah hari menjelang malam, ngeri juga keluar kamar. orang baik sih :)

Perjalanan selama di Singapura banyak menggunakan SMRT. Lumayan murah dan efisien. Ketika kita harus menggunakan bis, agak ribet juga, untuk mencari uang recehan. Karena kita gak punya kartu transportasi ala negeri Singa. Lalu lintas orang di SMRT cukup ramai. berbagai tipe orang ada disana. Mulai dari Melayu, Bule, Cina, Arab, Afrika, India ataupun lainnya. Semuanya mencari nafkah di sini. Memiliki cara berpakaian yang berbeda-beda. Mulai dari rapi sampai minnimalis. 

Untuk menuju KBRI di daerah Chatsworth, memang agak susah dijangkau oleh angkutan umum. Naik SMRT pada titik tertentu, lalu menuju halte dekat Chatsworth Road, kita naik bis nomor 111. Dari situ berjalan kaki sekitar 300 meter. Kata ncik Sopir Taksi disana, daerah ini adalah daerah orang kaya, jadi mereka tidak butuh sarana angkutan umum. hmmm.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun