Mohon tunggu...
M Asseghav
M Asseghav Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2025 FDIKOM Jurnalistik

Memiliki minat besar pada dunia jurnalistik bidang foto dan videografi. Juga memiliki usaha online shop sejak 2020 menjual segmentasi fashion.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketika Pers Diistirahatkan Karena Pertanyaan - Benturan Antara Kekuasaan dan Kebebasan

29 September 2025   18:00 Diperbarui: 29 September 2025   18:00 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kasus terbaru yang mencuat barangkali akan menjadi titik balik -- atau justru memperjelas batas retak antara kekuasaan dan kebebasan pers. Seorang wartawan mengalami pencabutan kartu identitas liputan Istana sesaat setelah menanyakan pertanyaan terkait program pemerintah kepada Presiden. Meski kartu itu kemudian dikembalikan setelah gelombang kritik dari organisasi jurnalis dan publik, langkah semacam itu meninggalkan luka kecil di ruang demokrasi kita.

Pada titik inilah kita harus bertanya: apakah kebebasan pers di Indonesia masih "aman", atau hanya berada di zona genting?

Dinamika Antara Akses dan Kontrol

Dalam sistem demokrasi ideal, akses ke sumber penting, termasuk Istana, adalah bagian dari hak wartawan --- selama mereka menjalankan tugas secara profesional dan etis. Tetapi praktik di lapangan selalu dibenturkan dengan logika kontrol: siapa yang boleh bertanya, pertanyaan apa yang dianggap "membahayakan", dan kapan aparat akan "mengatur ulang" akses.

Ketika pertanyaan yang diajukan dianggap melewati batas --- misalnya menyentuh kebijakan yang sensitif atau mengungkap potensi kegagalan --- bukan tak mungkin institusi yang menjadi objek pertanyaan memilih langkah represif. Dalam kasus ini, pertanyaan soal program pemerintah mungkin dianggap "terlalu tajam" atau "menciderai citra", sehingga dicabutnya izin liputan menjadi sinyal: "pertanyaan kritis di wilayah ini tidak ditolerir."

Biro Pers Istana pun menyatakan pencabutan adalah pada "ID khusus Istana", bukan ID pers profesinya --- sebagai semacam pembelaan bahwa langkah itu tidak mencabut kebebasan pers secara menyeluruh. Mereka juga menyatakan akan memastikan insiden serupa tidak terulang. Tapi sikap "tidak akan mengulangi" mesti diuji lewat tindakan, bukan sekadar janji.

Implikasi Demi Kebebasan Pers dan Integritas Publik

1. Efek pendingin terhadap wartawan

Keputusan mencabut ID liputan di Istana adalah alarm: "jangan tanya ini, jangan kritisi itu." Wartawan lain yang berada dalam posisi meliput bisa memilih mengurang ekstrakompleksitas pertanyaan, menghindari topik-topik sensitif, demi "aman" agar akses tidak dicabut. Akhirnya, publik yang dirugikan --- karena persoalan substantif yang penting bisa mati termarjinalkan demi kelangsungan akses.

2. Ruang publik yang timpang

Pers adalah mediator antara publik dan kekuasaan. Jika ruang tanya klausul dikecilkan --- bahkan di titik tertinggi seperti Istana --- maka publik berpotensi terbuai oleh kaidah komunikasi pemerintah semata, tanpa kontrol kritis. Jika kritik menjadi "barang berbahaya", demokrasi tak cukup sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun