Halalbihalal yang biasanya ditandai dengan keriuhan dan semangat untuk menyambung silaturahim yang dalam praktiknya bagai menambal perahu yang bolong sehingga perahu masyarakat pun berjalan dengan nuansa saling memahami dan muncul rasa kegotongroyongan.
Halalbihalal juga bermakna menyambung tali persaudaraan dari garis keturunan. Kita mencoba menemukan kembali saudara garis darah yang hilang. Misalnya bisa jadi dengan Si A kita aslinya punya hubungan darah dari garis nenek moyang namun akibat jarang bersilaturahim ataupun mungkin karena beranak pinak yang peranakannya pun tidak diberitahu bahwa si A adalah saudara maka hubungan darah itu bisa hilang dan terputus. Dan halalbihalal menjadi solusi mengeratkan kembali anak cucu dan sauadara. Artinya kita mencoba mengenali lagi siapa sih sauadara -- sauadara kita.
Hari ini kita kehilangan nuansa halalbihalal akibat corona. Aktifitas halalbihalal dibatasi bahkan ada yang sampai dilarang.
Kita merindukan kembali pengenalan suadara -- saudara kita, entah itu paman, keponakan, nenek, kakak ipar, bibi, dan sebagainya.
Mungkin saja Corona hendak menyadarkan kita supaya kita berhalalbihalal dengan sesuatu yang lebih sejati yakni Allah dan Nabi Muhammad SAW. Jangan -- jangan kita sudah membelakangiNya selama ini bahkan seolah hanya menjadikan Allah sebagai sarana pengabul doa belaka tanpa benar-benar kita mengakui sungguh -- sungguh bahwa Allah adalah Tuhan, maka kesadaran Ihsan dalah halalbihalal kita yakni kesadaran bahwa Allah sedang mengawasi kita dan Allah selalu menyapa kita. Kita yakin Allah melihat kita sehingga kita pun ingin selalu menyapaNya dengan bismillah.