Mohon tunggu...
Aafajar
Aafajar Mohon Tunggu... Guru - Guru PAUD

Pembelajar Yang Tidak Pernah Pintar (email : aafajaroke@gmail. com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Miras Oplosan Menyerang Generasi Stroberi

23 April 2018   20:01 Diperbarui: 24 April 2018   16:14 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Dokumentasi Pribadi

Miras oplosan kembali menggema di negara ber ketuhanan yang maha esa ini. Bukan satu, dua, tiga anak bangsa yang menjadi korban. Berdasarkan data kepolisian sebagaimana yang dilansir Republika online (23/4/2018),dari 5 - 22 april 2018, korban meninggal Bandung ada 45 orang, Bekasi 13 orang , Jakarta Timur 10 orang, Jakarta Selatan 8 orang, Depok 8 orang, Kota Bandung 7 orang, Sukabumi 7 orang, Surabaya 3 orang, Cianjur 2 orang, Ciamis 1 orang, Banguwangi 1 orang, Banjarmasin 1 orang

Semua yang menenggak miras oplosan dan yang meninggal berusia produktif, masih memilki akal untuk membedakan sesuatu baik atau buruk untuk dirinya. Mata mereka masih mampu melihat dengan baik sesuatu positif atau negatif untuk dirinya. Telinga mereka pun terlihat lengkap untuk digunakan mendengar informasi baik atau buruk tentang sesuatu untuk dirinya. Anggota gerak tubuh nya pun masih lengkap untuk digunakan menghindari sesuatu yang buruk untuk dirinya.

Namun keadaan mereka tersebut yang terlihat bagus, sempurna anggota tubuh nya, dapat terseret oleh sebotol air yang menurut ukuran materi air tersebut seharusnya tidak dapat menggerakkan tubuh mereka yang kokoh dan lengkap, serta masih berfungsi sesuai penciptaan nya. Bukan hanya air sebotol, air lautan pun yang tumpah kedaratan dapat mereka hindari jika mereka berusaha mengaktifkan seluruh anggota tubuh nya untuk menghindar.

Mengapa mereka para usia produktif, seharus nya mereka menghasilkan karya, minimal melakukan hal - hal positif yang dapat menumbuhkan produktifitas mereka, dapat terseret sebotol air miras oplosan ?

Melihat fenomena tersebut, saya teringat sebuah buku yang ditulis oleh Prof. Rhenald Kasali, Phd yang berjudul Strawberry Generation. Dibahasa Indonesia kan menjadi Generasi Stroberi.

Generasi stroberi adalah generasi yang di ibaratkan seperti buah stroberi. Buah yang sangat indah dilihat, sangat menarik, bentuk nya bagus, warna nya menawan. Namun, dibalik kecakapan fisiknya terdapat kerapuhan pada dirinya, mudah terkoyak, terkena tekanan sedikit bentuk tubuhnya jadi rusak, tersentuh gesekan sikat gigi saja tubuh nya yang menawan dapat rusak.

Jadi generasi stroberi adalah generasi yang memiliki anggota tubuh yang lengkap, berpendidikan relatif tinggi, usia produktif, namun mudah terkoyak - koyak oleh arus kehidupan, mudah hancur oleh tekanan kehidupan dan sangat mudah terseret air miras oplosan dalam pergaulan.

Generasi stroberi berbuah tidak dengan sendiri nya. Seperti pohon stroberi itu sendiri, ada yang meletakkan bibit nya, mengurus nya, merawat nya, hingga menuainya. Siapa kah yang membuahkan generasi stroberi tersebut ?

Tentu orangtua lah orang pertama dan utama yang menghasilkan generasi stroberi. Ada tiga kelompok orangtua dalam mendidik anak (silakan baca Kelompok Orangtua Zaman Now, Yang Manakah Anda ?) yaitu :

Pertama, Orang tua NYASAR yaitu sosok orang tua yang disebut sebagai ayah ataupun ibu dikarenakan pernah melahirkan keturunan, tanpa persiapan ilmu, tanpa mau belajar setelahnya, dan  menjadi orang tua hanyalah beban yang tak kunjung padam. Orang tua model ini hanya menjalankan kehidupan sehari -- hari dengan perulangan tanpa kemajuan. Orang tua kelompok ini menganggap apapun yang dilakukan anak adalah masalah, kenakalan anak adalah musibah.

Kedua, Orang tua BAYAR yaitu orang tua yang hanya menggantungkan pihak ketiga dalam mendidik dan mengembangkan potensi anak. Merasa sudah cukup mengirimkan anak pada sekolah favorit, kursus yang mahal, guru privat yang handal. Prinsip orang tua kelompok ini adalah dengan uang aku bisa lakukan segalanya. Dia  bisa protes pada pihak sekolah ketika rapor anak jelek, menyalahkan guru dan sekolah ketika anaknya tidak lulus ujian. Baginya pengeluaran yang besar harus sebanding lurus dengan prestasi anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun