Di pojok Kampung Kubang, Pasir Datar Indah, Caringin---ada bocah kecil bernama M. Zihad Alfaritsi Eriansyah, umur baru 7 tahun, tapi udah kayak pejuang veteran. Sejak umur 1 tahun, tubuh mungilnya dihajar penyakit langka: Candidiasis. Bayangin, tiga tahun bolak-balik RSHS Bandung, tapi belum ada kata sembuh. Sekarang ada harapan baru: RSCM Jakarta. Tapi harapan itu kayak pintu yang digembok rapat---karena biaya.
Ayah Zihad cuma guru honorer. Pahlawan tanpa tanda jasa, tapi juga tanpa cukup gaji buat bawa anaknya ke ibukota.
Tapi Sukabumi Gak Tutup Mata
Sukabumi Mubarokah itu bukan cuma slogan. Itu gerakan hati. Ketika Zihad menangis, Sukabumi denger. Ketika tubuh kecil itu lemah, Sukabumi datang.
Bupati Asep Japar, tim medis, Bhabinkamtibmas, tokoh masyarakat---semua turun langsung. Gak cuma bawa obat, tapi bawa harapan. Dalam tatapan Pak Bupati, seolah berbisik: "Zihad itu anak kita semua. Kita harus gerak. Karena Mubarokah itu hadir, bukan cuma mendoakan."
Zihad: Bocah Kecil, Jiwa Besar
Zihad bukan sekadar anak sakit. Dia itu simbol ketabahan, guru kehidupan, dan alarm kemanusiaan. Dia ngajarin kita bahwa Mubarokah itu bukan cuma soal doa, tapi soal aksi. Soal pemimpin yang gak cuma duduk, tapi berdiri di samping rakyatnya. Soal masyarakat yang gak cuma nonton, tapi ikut gandengan tangan.
Dari Derita ke Doa, Dari Doa ke Jalan Kesembuhan
Dengan dukungan penuh dari Bupati Asep Japar, Pemkab Sukabumi, dan masyarakat yang gak tinggal diam, Zihad akan segera dibawa ke RSCM Jakarta. Semoga ini jadi awal kesembuhan. Bukti bahwa Sukabumi Mubarokah itu nyata. Hidup di hati kita. Bergerak lewat cinta.