Mohon tunggu...
A Havizh Martius
A Havizh Martius Mohon Tunggu... Lainnya - Long life education

Mahasiswa Abadi

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Garis Takdir

26 April 2021   22:32 Diperbarui: 18 Mei 2021   17:56 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anak perempuanku ditanya cita-citanya oleh penguji tes wawancara masuk sekolah lanjutan. Jawabannya 'mau jadi dokter'. Tapi menurut pengakuannya, itu jawaban asal saja karena dia belum punya cita-cita yang jelas di dalam hatinya. Saya katakan bahwa kata-kata itu punya kekuatan, apa yang terucap akan diproses oleh alam semesta untuk menjadi wujud nyata. Saya setuju saja kalau memang ada keinginannya menjadi dokter, karena setiap anak punya hak untuk merencanakan masa depannya. Masa depan seorang anak adalah miliknya bukan milik orang tuanya, dan sang anaklah yang harus bertanggung jawab terhadap kehidupannya di saat dewasa kelak. Pesanku kepadanya, apabila memang dia ingin menjadi seorang dokter, pasanglah niat yang benar dari sekarang bahwa dia memilih cita-cita sebagai dokter haruslah diniatkan ikhlas untuk menjadikan profesi tersebut sebagai ladang amal dalam rangka taqarrub dan bersyukur kepada Allah. Jangan dicampuri niat mulia tersebut apalagi hanya membonceng dengan niat duniawi seperti untuk mencari kekayaan materi, gengsi atau jabatan. Karena hidup hanya sekali, jadi harus berarti. Dunia bukan tujuan, tetapi jalan menuju Ilahi. Bagi seorang perempuan yang nanti akan menjadi istri dan ibu, menjadi dokter keluarga untuk menjaga kesehatan diri sendiri dan keluarga sudah cukup. Syukur-syukur juga bermanfaat bagi tetangga dan masyarakat. Karena sebagai seorang istri atau ibu, urusan keluarga tetaplah nomor satu, sebagai pahlawan senyap dlm keluarga dan negara. Jadilah dokter amal, selain pahala didapat, rezki juga akan dicukupi. Jangan hanya sekedar menjadi dokter profit, apalagi profit yang berkedok amal atau bisnis berbaju kemanusiaan lebih tidak bagus lagi. Apabila berminat menjadi spesialis, maka sekedar saran, ambillah spesialisasi yg berhubungan dengan keluhan atau sakit yang paling sering dirasakan sebelumnya sebagai "balas dendam" terhadap penyakit itu. Atau terserah bidang apa saja yang dia senangi. Pada prinsipnya ' kerjakan apa yang kamu cintai, cintai apa yang kamu kerjakan', supaya kamu bahagia dalam hidup ini, karena hati yang tidak bahagia rentan kena penyakit disebabkan imun menurun. Jika menjadi dokter maka belum lengkap kalau tidak paham ilmu tentang pikiran manusia karena sebagian besar penyakit fisik yang diderita manusia bermula dari pikirannya yang sakit dan hati gelisah yg berakibat stres. Jika seorang dokter bisa menenangkan pikiran dan hati pasiennya maka itu adalah awal dari kesembuhan. Pada akhirnya Allah lah Yang Maha menentukan segalanya. Setiap orang mengikuti garis takdirnya masing-masing. Semoga tercapai cita-citanya. Kalaupun takdirnya tidak jadi dokter, tidak masalah. Minimal tidak sering berurusan dengan dokter alias sehat-sehat saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun