Oleh Apsania Dzuhandari
Mahasiswi Universitas Airlangga Fakultas Perikanan dan Kelautan 2017
Perayaan maulid nabi masih terasa di benak kita dengan alunan sholawat-sholawat yang terdengar di penjuru wilayah atau desa, demikian pula yang terjadi di Desa Tambaksumur Waru Sidoarjo ini yang merayakan maulid Nabi di pondok pesantren Darul Falah 42 pada malam hari yang memang sudah menjadi tradisi tiap tahun merayakan maulid nabi. Dari kegiatan tersebut yang paling menarik perhatian yaitu adanya hadiah yang digantungkan di atas jemaat membentang hingga menutup langit-langit tempat perayaan yang biasa daerah menyebutnya dengan istilah "Brayan". Mungkin beberapa wilayah juga memasang "Brayan" tersebut namun terkadang setiap wilayah berbeda istilah.Â
Terkadang fungsi dari "Brayan" adalah agar menarik perhatian dari masyarakat untuk pergi merayakan maulid nabi dan fungsi lainnya, namun semakin ditinjau dengan adanya hal tersebut masyarakat hanya terfokus pada "Brayan" tersebut bukan pada tujuan utama dari perayaan maulid nabi yaitu bersholawat kepada nabi bahkan saat mulai memperebutkan "Brayan" tersebut bias mencelakai orang jika tidak berhati-hati karena gemuruh orang yang memperebutkan dengan menengadah ke langit-langit tempat maulid dan terkadang memakai segala cara agar mendapatkan apa yang diinginkan misalnya membawa paying atau sapu untuk meraih "Brayan" tersebut.
Itulah yang terkadang menjadi pro kontra antara yang membolehkan menggunakan "Brayan" dan melarang "Brayan". Di balik semua itu tentu kita tidak perlu mempermasalahkan "Brayan" jika kita merayakan maulid nabi tetap teguh dengan tujuan untuk bersholawat kepada nabi dan senantiasa mengharap rahmat Allah SWT. Diambil dari sisi positif juga dapat meningkatkan nilai kekeluargaan antar sesama meskipun dengan orang yang belum dikenali.