Mohon tunggu...
Yustika Dewi
Yustika Dewi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dua Periode atau Ganti?

30 September 2018   22:40 Diperbarui: 30 September 2018   22:50 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Yustika Dewi*

Tahun politik sudah didepan mata, semua pandangan rakyat terfokuskan kepada pilpres tahun 2019 mendatang, terlebih lagi ada yang menarik perhatian masyarakat yaitu, bakal calon presiden dan calon wakil presiden yang sudah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) beberapa waktu yang lalu, mengapa demikian? karena kedua pasangan yang menyalonkan diri sebagai calon presiden di tahun 2019 masih sama dengan tahun 2014, dimana sang petahana akan bertemu lagi dengan "lawan" nya pada pilpres tahun 2014 lalu, hanya saja yang membedakan calon wakil presiden dari masing-masing pasangan. Jokowi yang akan menggandeng K.H Ma'ruf Amin sedangkan Prabowo menggandeng Sandiaga Uno sebagai wakil nya pada pilpres tahun depan.
           

 Belakangan ini yang menyita perhatian adalah beredar banyak sekali hastag diberbagai media sosial seperti instagram, facebook, twitter, bahkan di media berita online sekalipun. Namun "bukan hastag biasa" yang menjadi sorotan saat ini. Ya, tidak lain dan tidak bukan adalah hastag yang berbau pilpres 2019 karena sedang hangat-hangatnya menjadi perbincangan khalayak. Beberapa contoh hastag-hastag yang digunakan mulai dari #2019gantipresiden, #2019duaperiode bahkan yang lebih menggelitik adalah #2019gantirakyat, mengapa demikian? Karena rakyat selalu memperdebatkan tentang siapa yang akan menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia pada tahun depan sehingga tak jarang menimbulkan konflik, entah itu konflik karena masalah spele ataupun yang serius diantara dua kubu pendukung.
            

Berbicara tentang pilpres, pasti tak luput dari kampanye-kampanye yang akan dilakukan setiap pasangan capres dan cawapres. Setiap capres cawapres pasti mempunyai gaya kampanye yang berbeda-beda, seperti yang sudah-sudah biasanya, para capres dan cawapres melakukan pendekatan-pendekatan kepada rakyat kecil, menengah hingga kalangan atas, tak menutup kemungkinan ada yang "blusukan" pada saat masa kampanye berlangsung. Dan pasti ada juga yang menjanjikan kesejahteraan hidup masyarakat seperti, menurunkan harga pangan, memberikan fasilitas-fasilitas publik yang baik, memberikan pendidikan yang layak, mengembangkan ekonomi kreatif, menekan angka pengangguran, memberantas para koruptor, mengembangkan potensi sumber daya alam yang dimiliki Negara dan lain sebagainya.
            

Tetapi, kami tidak butuh hanya sekedar janji! Kami butuh bukti! Pemimpin yang sebelum-sebelumnya pun begitu hanya bisa menjanjikan tanpa membuktikan. Apakah kami sebagai rakyat harus terus menerus memakan janji manis yang keluar dari seorang pemimpin? Ada berapa pemimpin lagi yang akan terus seperti itu? Mari kita stop trend pemimpin yang hanya bisa mengumbar janji tanpa memberi bukti. Kita adalah Negara demokratis, dimana seorang pemimpin muncul atas khendak rakyat dan rakyat sendirilah yang menentukan figur pemimpinnya. Walaupun itu hanya sebatas teoritis, tetapi dalam praktik dilapangan rakyatlah yang tetap paling dominan dalam menuntut segala hak dan kewajibannya agar kelak sang pemimpin sendiri lebih bisa memfokuskan dan memperhatikan segala aspirasi masyarakat.
            

Contoh kecil dari sosok pemimpin yang mempunyai kinerja cukup baik adalah pada masa kepemimpinan Soeharto atau disebut orde  baru. Soeharto berhasil membangun Negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi juga infrastuktur. Terlepas dari segala kontroversi yang dilakukan beliau selama masa kepemimpinannya , hidup dizaman Soeharto memang enak. Semasa orde barunya, rakyat hidup makmur contohnya mulai dari harga bahan pokok yang terjangkau, dulu pada zaman Soeharto uang 50 ribu bisa dibelanjakan banyak bahan pokok, berbeda dengan masa sekarang kalau kita mempunyai uang 50 ribu jangankan untuk makan sehari-hari bahkan untuk membeli paket internet pun dirasa masih kurang.
            

Contoh kedua yaitu pada zaman Soeharto nilai tukar dollar terhadap rupiah hanya RP. 378 pada tahun 1971, dampaknya seperti yang dicontohkan tadi, apa-apa menjadi murah terutama bahan pokok, dan kemudian naik dari RP.378 sampai pada RP. 2.500 pada tahun 1997 lagi-lagi kenaikan ini tidak berdampak parah pada harga kebutuhan pokok, setelah kepemimpinan Soeharto berakhir, dollar sempat menginjak angka drastis yaitu menembus angka RP. 16.800 pada masa kepemimpinan B.J Habibie, terutama pada masa sekarang sungguh disayangkan kenaikan dollar terhadap rupiah setiap tahunnya.

               

Contoh lainnya yaitu mudahnya mencari lapangan pekerjaan dimasa kepemimpinan Soeharto, pada masa itu kita dapat memilih dan mencari pekerjaan yang mana yang kita khendaki, karena pembangunan pada masa orde baru memang sedang pesat-pesatnya belum lagi perusahaan-perusahaan membutuhkan banyak karyawan, tentu sangat mudah mencari pekerjaan kala itu. zaman sekarang jangankan yang memiliki ijazah SMA yang memiliki ijazah Perguruan Tinggi pun sangat susah mendapat pekerjaan, ditambah lagi sekarang di Indonesia ini banyak pekerja asing yang bekerja bebas dan itupun lolos dari pengawasan pemerintah yang seharusnya meminimalisir bahkan mencegah tenaga-tenaga asing terutama yang illegal untuk bekerja di Indonesia, supaya lapangan pekerjaan tetap tersedia terlebih lagi untuk kaum muda sebagai generasi penerus bangsa Indonesia nantinya.
               

Sekarang kita harus teliti lagi dalam memilih pemimpin karena kita semua yang akan menentukan jadi apa bangsa Indonesia 5 tahun mendatang. Di pilpres 2019 mari wujudkan demokrasi yang damai tanpa perpecahan, terlepas siapa yang akan menjadi pemimpin Indonesia nantinya semoga saja dapat mengemban amanah dengan baik bukan hanya sekadar janji-janji yang terlontarkan dikampanye tetapi ada pembuktian yang dilakukan, agar Negara ini lebih baik ke depannya. Terlebih lagi semoga rakyat dapat hidup tenang dan makmur dengan pemimpinnya nanti. Pilihan ada ditangan anda, entah akan "tetap dua periode?" atau "ganti?" Itu pasti yang terbaik untuk rakyat Indonesia.

 *Penulis adalah Mahasiswi Mata Kuliah Ilmu Politik Semester 1, Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNTIRTA.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun