Beberapa waktu lalu saya tergabung dalam sebuah project buku antologi mandiri. Artinya kita mendaftarkan diri, menulis, mengedit dan disertai kewajiban untuk membeli. Saya melakukannya sebagai pemanasan untuk bisa lebih bersemangat menyusun buku sendiri di kedepannya. Tema project bukunya, "kita di 5 tahun mendatang."
Mungkin juga saya tertarik dengan temanya. Tidak semua orang berani memproyeksikan dirinya di 5 tahun mendatang. Ada orang yang tipenya jalani saja dulu tanpa punya goal atau tujuan tertentu, ada yang malah takut berandai-andai tentang masa depan karena merasa belum tentu cukup usia tapi ada juga yang sudah mempersiapkan dan memikirkannya matang-matang.
Saya bisa jadi campuran dari ketiganya. Tidak terlalu memikirkan tapi punya satu dua tujuan. Project ini justru membuat saya berpikir tentang masa depan dengan lebih terukur. Saya harus menakar dengan benar kira-kira apa yang akan terjadi pada saya di 5 tahun mendatang. Jadi apa saya, apa yang saya lakukan dan bagaimana hidup di masa nanti. Â Lalu terciptalah tulisan berjudul, "Life Begins at 40". Karena nantinya saya akan melewati fase usia 40 tahun.
Ada standar ideal yang dipasang orang-orang ketika seseorang memasuki usia 40 di antaranya karir yang mapan, tabungan yang banyak hingga keluarga yang harmonis dengan rumah layak huni bersama minimal 2 orang anak. Sayangnya tak semua orang sudah mencapai itu. Banyak yang bahkan di usia senja pun kabar mereka masih segitu-gitu saja, tanpa pencapaian apa-apa dan punya tabungan seadanya.
Istilah "life begins at 40" sebenarnya adalah dukungan kepada mereka yang akan memasuki usia 40 tapi belum bisa memenuhi ekspektasi dari orang-orang. Karena ada kata begins maka kita harus mulai menyusun kembali hal-hal yang ingin dilakukan dan ingin dicapai layaknya seorang remaja yang berantusias mulai mengenali dunia.
Ya pada akhirnya selain persepsi tentang usia 40, apa yang saya tulis tak jauh-jauh dari cita-cita yang ingin dicapai, hal-hal yang harus saya lakukan dan hal-hal yang harus saya hindari. Saya membuatnya serealistis mungkin, tidak muluk-muluk agar tidak menjadi angan belaka. Itu bukan hanya sebuah harapan tapi juga bentuk komitmen dan pertanggungjawaban terhadap diri sendiri dan pembaca.Â
By the way, ini dia penampakan bukunya. Â
Project menulis ini membuat saya menjadi banyak-banyak merenung tentang usia yang tak hanya memasuki fase 40 tahun tapi juga setelahnya. Banyak kekhawatiran yang mendesak, banyak perubahan yang mulai terasa. Di luar pencapaian dan ekspektasi orang-orang, momok yang lebih nyata yang harus kita hadapi adalah perubahan baik secara fisik maupun psikis.
Tubuh kita mulai melemah, kalau dulu bisa lari jarak jauh, sekarang jalan saja sudah mulai ngos-ngosan. Sedikit-sedikit mulai capek, jalan sedikit capek, aktivitas sedikit capek. Terasa sekali.
Kerutan diam diam mulai menguasai area jidat, uban mulai bermunculan sementara ingatan semakin melemah. Hal-hal semacam ini membuat saya khawatir, apakah menua itu sebegitu menakutkan?