Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Blogger - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Humaniora | Lifestyle | Bisnis | Sastra | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Pengalaman Pertama Berlebaran di Perantauan

24 Mei 2020   22:43 Diperbarui: 24 Mei 2020   22:43 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebaran kali ini terasa berbeda, jika biasanya kami merayakannya di kampung halaman kali ini kami harus merayakan lebaran berdua di tanah perantauan. Untuk saya pribadi sendiri ini menjadi pengalaman pertama berlebaran tanpa keluarga dan kampung halaman.

Pertanyaan apakah akan ada salat Ied sempat menjadi topik perbincangan warga beberapa hari sebelumnya. Beberapa tetangga saya berpendapat lebih baik salat Ied di rumah saja tapi beberapa yang lain tetap ingin salat Ied dilaksanakan seperti biasa. Katanya, aneh rasanya jika harus lebaran tapi tidak salat Ied di masjid.

Mushola di daerah kami sendiri mengumumkan lewat pengeras suara bahwa salat Ied tetap dilaksanakan dengan beberapa syarat; jarak antar jamaan lebih renggang, tidak boleh bersalam -- salaman serta setiap jamaah di wajibkan memakai masker.

Beberapa warga mematuhi himbauan tersebut dengan salat di mushola sementara saya dan beberapa warga yang lain memilih untuk salat Ied di rumah.

Pengalaman tidak mengikuti salat Ied di masjid bagi perempuan bukanlah barang baru, hampir setiap perempuan pernah mengalaminya. Hal tersebut terkait berkah lebih yang diterima oleh para perempuan setiap bulan. Tapi, salat Ied di rumah dan diimami suami sendiri sudah pasti menjadi pengalaman pertama seumur hidup yang tak terlupakan.

Jika di lebaran-lebaran sebelumnya seusai salat Ied kami melakukan sungkem dengan anggota keluarga, kali ini acara sungkem hanya dilakukan dengan suami saja. Setelahnya, kami tetap silaturahmi ke tetangga-tetangga terdekat dengan menggunakan masker dan tetap mematuhi physical distancing dengan tidak bersalam-salaman.

Meski tanpa berjabat tangan tapi makna saling memaafkan diterima dengan baik oleh warga. Semua orang saling mengerti dan memaklumi keadaan. Beberapa warga membawa handsanitizer sementara saya dan suami cukup mencuci tangan setelah kembali masuk rumah.

Beberapa rumah warga juga menyediakan keran air di depan rumah untuk mencuci tangan sementara kami tidak. Kami berpikir,  jika di bandingkan dengan warga yang lain kami termasuk pasangan muda sehingga menurut adat akan jarang dikunjungi dan lebih sering berkunjung. Dan benar rupanya, kue-kue lebaran kami masih utuh sampai dengan sekarang. Duh.

Bagi warga kami, silaturahmi kali ini penting untuk menepis kesalahpahaman yang terjadi beberapa waktu sebelumnya. Aneka kabar kabur serta saling tuduh soal Covid 19 sempat menjadikan kisruh di lingkungan kami. Banyak pertengkaran, silat lidah dan amarah yang  terjadi di antara warga. Sampai-sampai sebanyak 25 orang dari kami harus mengikuti test rapid untuk meredam isu-isu negatif.

Dengan bersilaturahmi, kondisi serta ketegangan antara warga menjadi berkurang. Semua salah serta khilaf otomatis termaafkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun