Mohon tunggu...
Ire Rosana Ullail
Ire Rosana Ullail Mohon Tunggu... Blogger - irero

Content Writer | Sosial Budaya | Travel | Humaniora | Lifestyle | Bisnis | Sastra | Book Sniffer | Bibliophile | Bibliomania | Tsundoku | email : irerosana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Kami Pernah Berjaya pada Masanya

14 Juni 2018   20:25 Diperbarui: 14 Juni 2018   20:34 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Kami adalah anak-anak yang tumbuh saat televisi lebaran memutar film aladin dan lampu wasiat yang diperankan oleh Lydia Kandou dan Rano Karno. Setelahnya srimulat dan warkop DKI mencuri perhatian acara kumpul keluarga sembari makan ketupat. Tentu, ketika itu ponsel belum populer, namun Khong Guan isi rengginang sudah marak di desa-desa. Dulu saat bertamu ke rumah-rumah, begitu menemukan kaleng Khong Guan, saya bersama teman-teman saling adu tebak, apakah isinya roti Khong Guan betulan ataukah rengginang. Menyenangkan rasanya.

Bertahun-tahun kami memendam kekecewaan saat membuka Kaleng Khong Guan yang berisi rengginang, dan baru di era ponsel kekecewaan tersebut mulai ramai muncul di permukaan. Sebetulnya, Khong Guan isi rengginang tidak betul-betul mengecewakan hati, hanya membuat dongkol saja. Penyebarluasan meme-meme hanya ingin mencari sisi parodi dan mencari perhatian belaka. Bahkan di grup-grup Waa saat ini banyak meme-meme tersebar yang berkata bahwa si pemalsu rengginang sudah tertangkap.

Mengapa fenomenal Khong Guan isi rengginang masih sering kita temukan saat lebaran? Alasannya sederhana, orang Indonesia merasa sayang dengan kaleng roti yang terlihat kokoh jikalau harus dibuang ke tong sampah. Akhirnya setelah original isinya habis, dimanfaatkan bekasnya untuk menaruh kerupuk dan rengginang. Bisa dibilang irit, bisa dibilang juga menerapkan 'reuse'. Meski sepertinya alasan yang benar lebih ke irit.

Oke, lupakan soal rengginang.

Lebaran jadul, jaman kami masih mengalami hal-hal seperti itu. Terlebih di kampung nenek saya Salatiga. Dulu, di mana sepeda motor belum banyak dimiliki orang-orang, orang harus menunggu angkutan yang datangnya tak tentu hanya untuk ke pasar bunga menjelang lebaran. Daripada menunggu, banyak orang memilih berjalan kaki bersama-sama, menempuh jarak kurang lebih 2 km.

Biar begitu, anak-anak kecil, remaja dan orang dewasa bersemangat menyambut lebaran. Masjid penuh jamaah hingga ke jalan-jalan. Seusai salat Id, di desa nenek saya belum ramai bersilaturahmi keliling desa. Keliling desa baru serempak dilakukan di hari ke 2 lebaran.

Pada hari pertama seusai salat, warga desa menyiapkan sajian makanan (Banca'an) untuk di bawa ke masjid. Di sana semua makanan berupa nasi dan aneka lauk berkumpul untuk didoakan, maknanya sebagai wujud rasa syukur atas kehadiran idul fitri. Desa nenek saya memang masih memegang teguh adat dan budaya, warga selalu menyiapkan banca'an untuk acara-acara seperti berkah desa, lebaran ketupat (satu minggu setelah idul fitri), idul fitri, idul adha, musim panen dan lain-lain.

Karena jaman dulu belum ada Hp apalagi sosial media, orang jadi jarang bersapa dengan teman dan sanak keluarga yang tinggal beda daerah. Walhasil, rasa rindu dan penasaran ingin bertemu memuncak, kami mengupayakan berbagai cara untuk bisa mencapai rumah mereka. Buat yang jaraknya terlampau jauh, kami berkabar lewat surat dan kartu lebaran. Ribuan hari kami tak bersapa dan berusaha kami dituntaskan dengan selembar kertas.

Desa mendadak ramai saat lebaran, banyak perantau pulang dan keluar rumah untuk bersilaturahmi secara bersamaan. Lambat laun, hal-hal semacam itu mulai menghilang. Kini ketika hari ke 2 lebaran, hanya beberapa anak yang masih berantusias berkeliling, remaja hanya menunggu di rumah dan orang tua memilih berkunjung hanya ke rumah-rumah saudara.

Yang paling sedih adalah ketika ada keluarga yang merantau ke pulau lain dan tidak bisa pulang. Mereka biasanya hanya menitipkan sekardus oleh-oleh berisi baju, makanan lebaran dan disisipi selembar surat rindu kampung halaman.

Jaman sekarang tentu lebih mudah, kita bisa video call dengan keluarga jauh. Dengan ponsel kita tak perlu lagi repot berkunjung ke rumah teman. Dengan satu kalimat bisa menjangkau ratusan kontak, dan sisanya tinggal memajang foto lebaran di media sosial. Saya sadar jaman ini sudah dimudahkan dengan aneka piranti. Mendekatkan yang jauh, namun tanpa kita sadari pula, menjauhkan yang dekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun