Bila berkunjung ke kota Solo, tak salah bila meluangkan waktu sejenak untuk menjadi saksi sejarah dari keberadaan masjid Al-Wustho Mangkunegaran.
Kota Solo memang sarat akan peninggalan bersejarah.  Selain keraton, ada juga masjid Al-Wustho Mangkunegaran yang usianya sudah mencapai lebih dari 250 tahun.  Masjid ini menjadi salah satu  bukti peninggalan bersejarah pada masa Mangkoenegoro I atau yang lebih dikenal dengan nama pangeran sambernyawa.
Letaknya ada di sebelah barat Pura Mangkunegaran. Oleh karena masih dalam satu wilayah pura, maka pengelolaan masjid masih dilakukan oleh pihak pura meski secara administrasi ada di bawah pengelolaan Departemen Agama.
Meski sudah berusia lebih dari 2 abad, masjid Al-Wustho masih bisa difungsikan sebagai tempat ibadah secara normal. Â Bentuknya memang unik dan nyentrik. Awal memasuki area masjid orang akan disambut dengan gapura melengkung dengan ujung mengerucut dan berhiaskan tulisan kaligrafi Arab. Mendekati masjid, ada gapura ke dua atau yang dinamakan markis dengan ukuran 5x5 meter yang juga sama-sama bertuliskan kaligrafi Arab.
Masjid dengan luas kurang lebih 4200 m ini merupakan salah satu cagar budaya pemerintah. Kala weekend tiba, masjid ini ramai dikunjungi oleh warga setempat dan wisatawan untuk beribadah maupun untuk sekadar beristirahat sejenak. Â Karena rupa masjid yang eksotik, orang sering mengambil beberapa sudut masjid untuk diabadikan ke dalam foto.
Di sisi kiri masjid terdapat bangunan yang disebut dengan maligin. Bangunan ini konon dulunya sering dipakai untuk acara khinatan atau sunatan masal. Bentuknya melingkar dengan tinggi 5m dan diameternya 2m. Anak yang akan dikhitan masuk ke dalam maligin selagi yang lain mengantri di luar. Sekarang maligin hanya difungsikan sebagai pos jaga. Â Selain maligin, terdapat juga ruang pengurus yang letaknya di belakang menara. Â Ukurannya kurang lebih 9x6m. Â Selain untuk para pengurus, kantor ini juga difungsikan sebagai perpustakaan umat.