Mohon tunggu...
Hazimul Fikri Addien
Hazimul Fikri Addien Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Suka mie ayam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dakwah Politik Al-Mawardi

17 Juni 2025   12:20 Diperbarui: 17 Juni 2025   14:39 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Al-Mawardi ((Sumber: Pinterest))

Oleh: Syamsul Yakin(Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dan Hazimul Fikri Addien (Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Dalam sejarah pemikiran politik Islam, nama Abu al-Hasan al-Mawardi menempati posisi yang sangat penting. Ia bukan hanya seorang ulama fikih, tetapi juga negarawan dan cendekiawan yang mencurahkan perhatian besar pada urusan tata kelola pemerintahan. Lewat karya besarnya al-Ahkam al-Sulthaniyyah, al-Mawardi merumuskan bagaimana seharusnya kekuasaan dijalankan dalam bingkai syariat dan kemaslahatan umat.

Dalam pandangannya, kepala negara bukan sekadar pemegang kekuasaan formal. Seorang pemimpin harus memenuhi syarat-syarat intelektual, moral, dan fisik agar mampu melindungi umat, menegakkan keadilan, dan menunaikan tanggung jawab agama serta administratif. Al-Mawardi menekankan pentingnya pemimpin yang sehat secara jasmani, cerdas secara intelektual, dan tangguh secara spiritual. Kepemimpinan bukan ruang kosong, melainkan posisi yang mengemban amanat langit dan bumi.

Politik sebagai Instrumen Dakwah

Gagasan besar al-Mawardi tentang negara dan kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari misinya sebagai da'i. Baginya, kekuasaan bukan tujuan akhir, melainkan sarana untuk menyebarkan nilai-nilai Islam dan menjaga kemaslahatan rakyat. Di sinilah tampak bahwa al-Mawardi menjadikan politik sebagai bagian dari dakwah. Negara yang dipimpinnya harus menjamin keadilan, keamanan, dan kesejahteraan bagi rakyat, baik dalam aspek lahiriah seperti pengelolaan tanah, zakat, hingga jihad, maupun aspek spiritual seperti keimanan dan moralitas pemimpin.

Di dalam Adab al-Dunya wa al-Din, al-Mawardi menekankan bahwa manusia adalah makhluk lemah yang membutuhkan kerjasama dan pertolongan. Oleh karena itu, struktur sosial dan politik harus dibangun atas dasar tolong-menolong, bukan atas dasar kekuasaan yang menindas. Ia menyadari bahwa pemimpin yang beriman, berilmu, dan berakhlak menjadi kunci bagi terbentuknya masyarakat yang adil dan makmur.

Dari Legitimasi Menuju Keadilan

Al-Mawardi hidup dalam lingkungan kekuasaan Abbasiyah yang saat itu mulai mengalami kemunduran. Kendati demikian, ia tidak menolak sistem kekuasaan, melainkan justru memberikan legitimasi melalui perspektif syariat. Ini membedakannya dari pemikir-pemikir modern yang kerap memisahkan antara agama dan negara. Baginya, legitimasi kekuasaan harus lahir dari nilai-nilai agama dan kepercayaan rakyat.

Pemikirannya juga menjadi tonggak penting dalam doktrin Sunni klasik, di mana seorang pemimpin tidak hanya dipilih karena keturunannya, tetapi juga karena kualitas moral, kecerdasan, dan kemampuannya melayani umat. Al-Ghazali, yang datang setelahnya, turut memperluas pemikiran ini dengan menekankan aspek spiritual dan kesalehan pribadi pemimpin (al-wara').

Relevansi Pemikiran al-Mawardi Hari Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun