Mohon tunggu...
Tio DoraTambunan
Tio DoraTambunan Mohon Tunggu... mahasiswa

hobi saya berwisata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kampung Ulos Huta Raja: Suara Tenun Tangan di Tengah Deru Mesin

2 Juni 2025   21:37 Diperbarui: 2 Juni 2025   21:52 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Kampung Ulos, Huta Raja (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 

Samosir, 2 Juni 2025- Dari  Kejauhan, Kampung Ulos Huta Raja tampak seperti dusun kecil biasa. Namun begitu melangkah masuk, suasana berubah. Suara alat tenun kayu terdengar berirama dari depan rumah  adat Batak yang berdiri kokoh. Udara segar Danau Toba berpadu dengan aroma benang yang dijemur, menciptakan atmosfer yang begitu khas-tenang, namun berdenyut dengan kehidupan.

       Di teras-teras rumah, para perempuan duduk bersila, sibuk menenun dengan alat tenun bukan mesin. Gerakan tangan mereka teratur, sabar, seperti melantunkan lagu yang diwariskan turun-temurun. Motif-motif ulos yang mereka hasilkan bukan hanya indah, tapi penuh makna. Setiap warna dan pola adalah simbol-tentang kehidupan, harapan, dan restu.

Namun di balik keindahan itu, tersimpan kegelisahan.

     Ulos buatan tangan kini harus bersaing dengan "ulos buatan mesin" yang semakin mendominasi pasar. Diproduksi dalam jumlah besar, cepat, dan murah, tenun mesin mulai menggeser posisi ulos tradisional--setidaknya di mata konsumen yang hanya mengejar harga dan tampilan luar.

    Para penenun di Huta Raja tahu betul perbedaan itu. Bagi mereka, ulos bukan sekedar kain. Ada proses, kesabaran, bahkan doa di setiap helainya. Tenun tangan adalah cermin budaya dan identitas yang tak bisa dicetak ulang oleh mesin.

   Meski demikian, semangat tak pernah padam. Kampung ini kini menjadi "desa wisata budaya", tempat wisatawan bisa menyaksikan langsung proses menenun, bahkan mencoba sendiri. Upaya pelestarian dilakukan lewat edukasi, promosi digital, dan kolaborasi dengan pelaku kreatif agar ulos tetap hidup dalam dunia yang terus berubah.

Meninggalkan Kampung Ulos Huta Raja, ada satu hal yang terasa kuat: bahwa ulos buatan tangan masih punya tempat. Mesin boleh cepat, tapi tak bisa menenun rasa. Selama tangan-tangan sabar itu masih bekerja, dan selama masih ada yang percaya pada makna di balik motif, ulos tradisional tak akan pernah benar-benar kalah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun