Mohon tunggu...
Muhammad Ruslan
Muhammad Ruslan Mohon Tunggu... Penulis - Pemerhati Sosial

Mengamati, Menganalisis, dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa yang Salah dari Rocky Gerung?

3 Februari 2019   06:27 Diperbarui: 3 Februari 2019   06:47 2405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar: jabar.tribunnews.com

Tuhan telah mati. Manusia telah membunuh Tuhannya, kata Nietzche.

Di luar itu, ada Marx yang mempopulerkan adagium "agama itu candu". Yang ikut terpengaruh dari Feurbach yang menyebut agama sebagai bentuk pelarian orang-orang lemah yang tertindas.  

Di zaman yang lain ada Freud yang menganggap agama adalah arketip kesadaran yang diciptakan dari alam bawah sadar lewat dorongan-dorongan insting manusia. Sejak darwin dianggap menemukan hukum-hukum penciptaan. Teori-teori sosial juga ikut menemukan formula baru. 

Humanisme lahir sebagai antitesa agama di Eropa. Begitupun dengan eksistensialisme sebagai filsafat, lahir dengan gagasannya yang khas;  manusia adalah piramida tertinggi, pemilik khendak bebas satu-satunya.

Seperti kata Sartre (pelopor Eksistensialisme), manusia menciptakan dirinya, karena itu  manusia harus menciptakan nilai dan norma untuk kehidupannya. Sebagaimana dengan tuhan, dunia tidak mempunyai alasan untuk ada. Lalu dari mana agama itu lahir? Dari ketakutan kata Russels. 

Imajinasi atas ketakutan adalah dasar sekaligus sumber dari segala hal. Yang diperlukan dari agama kata Russels adalah sejauh mana ia mengatasi rasa takut bagi manusia.

Lebih keras dari itu, lahir dari serangan Mikael Bakunin. Pendiri ajaran Anarkisme ini menganggap agama sama halnya dengan negara, tak lain merupakan institusi algojo. Semua agama itu kejam kata Bakunin, sebab semuanya dalam doktrin dan sejarahnya berdiri di atas genangan darah atas nama pengorbanan.

Nietzche, Marx, Freud, Feurbach, Sartre, Russels, atau Bakunin. Beruntungnya mereka tidak lahir dan hidup di Indonesia. Kalau tidak, siap-siap saja bolak-balik ke kantor polisi untuk klarifikasi. Paling tidak bernasib sama dengan Rocky Gerung. Atau yang paling sial dari itu bisa-bisa berakhir dalam tragedi kematian ironik,seperti halnya atas nasib yang menimpa Syekh Siti Jenar.

Lalu, apakah dengan pernyataan dan gagasan tokoh-tokoh di atas, dengan sendirinya membuat kehidupan manusia menjadi ternista? Ternyata tidak juga. Pun bahkan pernyataan-pernyataan itu, justru banyak memantik pendalaman intelektual disisi lain dalam sejarah intelektualitas manusia. Sudah banyak gagasan yang tercecer untuk ikut membatah gagasan tersebut dengan menawarkan suatu cara pandang lain.

Terkait pernyataan Rocky Gerung (RG) yang saat ini dipersoalkan di ranah hukum dalam kaitannya dengan ucapannya menyebut kitab suci sebagai fiksi dalam suatu narasi silogisme, menurut saya mesti kita tempatkan sebagai suatu pernyataan filsofis. Yang tentu saja menuntut counter atas ketidaksepakatan yang semestinya dilawan menggunakan alat yang sama yakni filsafat, bukan pidana.

Sebab sekali lagi, ini adalah pernyataan filsofis yang mendaras pada ranah universal, bukan partikulir. RG tidak dalam konteks menghakimi agama tertentu dalam artian partikulir. Karena itu, menurut saya, tak ada ruang argumen pasal penistaan agama dalam konteks ini bisa berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun