Mohon tunggu...
Ely Tsabitah Barkah Fanisa
Ely Tsabitah Barkah Fanisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif Universitas Muhammadiyah Malang

Seorang mahasiswa yang hobi mengamati sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kaum Pelangi dan Media di Indonesia

18 Mei 2022   07:00 Diperbarui: 18 Mei 2022   10:04 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Isu tentang lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) tak pernah ada habisnya dari tahun ke tahun. Meski mengalami pasang surut, namun isu ini tetap eksis sampai detik ini. Munculnya banyak pendapat pro-kontra dari masyarakat membuat isu ini selalu menjadi pembahasan yang hangat. 

Sebutan populer untuk kaum LGBT saat ini adalah ‘kaum pelangi’ yang diambil dari warna bendera kebanggaan sebagai identitas mereka.

Secara kronolgis, sebenarnya kasus LGBT ini sudah ada sejak tahun 90an, namun kian meledak di tahun 2000an. Menurut hasil penelitian dari artikel yang saya baca, organisasi LGBT ini sudah ada sejak lama. Dulu, ada organisasi HIWAD (Himpunan Wadam Djakarta). Wadam adalah wanita adam, istilahnya berganti jadi banci lalu bencong.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menolak legalitas LGBT. Alasan utamanya adalah karena Indonesia mempunyai dasar hukum pancasila yang mana sila pertama berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara beragama dan tidak ada satupun agama yang menghalalkan LGBT.

Namun dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi, saat ini kita dapat mengakses konten-konten media terutama media sosial dengan sangat mudah. Pada tahun 2019, aplikasi media sosial Tiktok mulai populer beriringan dengan meledaknya kasus Covid-19. 

Aturan stay at home dari pemerintah membuat masyarakat berbondong-bondong mencari kegiatan agar tetap produktif dan menghindari stres saat harus diam di rumah saja. Salah satunya adalah menjadi konten kreator di Tiktok. Sebaliknya, ada juga yang hanya menjadi penikmat konten di Tiktok.

Selain menjadi wadah dalam ajang mengembangkan kreativitas, Tiktok juga menjadi ladang pendapatan, wadah pengembangan popularitas, bahkan sampai ajang flexing.  Banyak sekali konten-konten yang dapat kita nikmati di Tiktok. Sebuah keniscayaan bila hal positif selalu berdampingan dengan yang negatif, begitupula konten di Tiktok. 

Konten LGBT banyak ditemukan. Dimana sang kreator dengan percaya diri dan blak-blakan mengakui bahwa dirinya adalah LGBT dengan menyiarkan daily life dan love story dari kegiatan LGBT mereka. Biasanya mereka juga menyertakan emoji pelangi pada tagar yang digunakan.

Beberapa kreator asal Indonesia terang-terangan mengakui dirinya sebagai pelaku LGBT di Tiktok. Mirisnya, mereka sampai mempunyai penggemar. Banyak yang menyukai kontennya sehingga video yang ia bagikan dapat tersebar luas dan masuk di FYP (For Your Page) banyak pengguna Tiktok lainnya. 

Salah satu pelaku LGBT yang paling tenar adalah Ragil Mahardika, seorang warga asli Indonesia yang menetap di Jerman bersama pasangannya.

Ragil mempunyai jutaan pengikut di Tiktok. Menurut saya konten-konten memasak, bercocok tanam, berbagi tipsnya cukup menyenangkan, namun tak segan Ragil juga membuat konten mesra bersama ‘suami’nya. Seharusnya kita dapat memfilter apa yang baik dan tidak untuk menjadi tontonan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun