Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Karier Politik Moeldoko bagai Telur di Ujung Tanduk

31 Maret 2021   18:04 Diperbarui: 31 Maret 2021   18:05 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Moeldoko tatkala menyampaikan pidato perdana di depan peserta KLB Partai Demokrat di Deli Serdang (Foto: Antara.Endi Ahmad)

Nasib Partai Demokrat hasil KLB Deli Serdang menuju pilu. Penuh nestapa, penuh duka. Tiada lagi ketawa-ketiwi, tiada lagi olok-olok. Semua kening sontak mengerut. Menteri Hukum dan HAM musabab sirnanya tawa. Permohonan pengesahan hasil KLB Deli Serdang ditolak.

Moeldoko dan kolega kini menghitung hari. Mereka mesti berpacu dengan waktu. Jika tidak ingin tamat mengenaskan, mereka harus bergegas menggugat keputusan penolakan Menkumham. Bagaimanapun, Menkumham telah memupus harapan Max Sopacua dan konco-konconya.

Tiga hari lalu, Minggu (28/3/2021), Moeldoko mengunggah pendapat pribadinya lewat Instagram. Setelah lama membisu, setelah lama membiarkan desas-desus berembus tiada henti, Kepala Staf Kepresidenan itu angkat suara.

"Saya ini orang yang didaulat untuk memimpin Demokrat, dan kekisruhan sudah terjadi, arah demokrasi sudah bergeser di tubuh partai Demokrat," ujar Moeldoko lewat akun @dr_Moeldoko.

Rasa percaya diri kubu KLB Deli Serdang kontan meroket. Moeldoko sudah berani berbicara. Tidak malu-malu lagi, tidak sembunyi-sembunyi lagi. Malahan beliau menggunakan kata-kata penguat yang cukup tegas, yakni "didaulat untuk memimpin Demokrat".

Sebagai orang luar yang tiba-tiba disorong menjadi ketua umum sebuah partai, Moeldoko abai membaca situasi. Jikalau Agus Harimurti Yudhoyono dipermasalahkan lantaran memimpin Partai Demokrat hanya dalam rentang empat tahun menjadi anggota, tentu saja Moeldoko lebih patut dipertanyakan. Belum menjadi anggota sudah menerima pinangan. Blunder fatal.

Akan tetapi, nasib sudah menjadi bubur. Supaya bubur tidak sia-sia, taburilah dengan bumbu dan repihan daging ayam. Biar menjadi bubur ayam, biar bisa disantap beramai-ramai. Mau diaduk atau tidak, terserah. Artinya, Moeldoko tidak boleh berhenti. Jalan terus.

Tiga hari setelah pengakuan Moeldoko, Yasonna H Laoly mengumumkan maklumat. Permohonan pengesahan ditolak. Moeldoko selaku Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang layak mengintrospeksi diri: menyerah tanpa syarat atau terus maju tanpa rasa malu.

Apa pun langkah yang akan diambil oleh Moeldoko dan pendukungnya, pernyataan Menkumham mesti dicermati. Jangan sampai grasa-grusu terus kecewa lagi. Bolehlah mengadu ke meja hijau, silakan saja, tetapi berkas gugatan mesti kuat.

"Beberapa kelengkapan yang belum dipenuhi, antara lain, perwakilan DPD dan DPC tidak disertai mandat dari Ketua DPD dan DPC," kata Yasonna saat mengumumkan penolakan permohonan di kantor Kemenkumham RI, Jakarta, pada Rabu (31/3/2021) ini.

Kelengkapan dokumen fisik. Itu bukan sekadar penolakan. Ada satu hal yang perlu dicermati oleh Moeldoko dan rekan-rekan. Jika ingin maju ke gelanggang tarung, lengkapi dulu semuanya. Bekal syahwat politik tidak mencukupi untuk adu jotos keabsahan.

Jika Moeldoko tergesa-gesa menggugat Menkumham, tidak mempersiapkan bukti penguat, bisa-bisa gagal lagi. Pengalaman masih guru yang baik. Cukuplah penolakan Menkumham sebagai cermin untuk mewawas diri. Jangan sampai ditolak berkali-kali. Sakit, nanti sakit sekali.

Karier politik sudah berada di ujung tanduk. Moeldoko boleh bersikukuh meneruskan langkah ke PTUN, tetapi jalan maaf juga terbuka amat lapang. AHY sudah mengisyaratkan siap memaafkan. Tinggal pilih. Bersikap keras kepala atau berlapang dada meminta permaafan. [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun