Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Mengenal 4 Kaidah Penulisan Dialog

25 Maret 2021   06:06 Diperbarui: 27 Maret 2021   09:12 9241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Olah Pribadi

Perhatikan peletakan tanda baca. Jangan asal taruh! Tanda baca diletakkan sebelum tanda petik (“…”) penutup dialog.

  • “Saya siap kehilangan dirimu, ujar Rahmat, “sekalipun aku harus menanggung luka.” (Keliru)
  • “Saya siap kehilangan dirimu,” ujar Rahmat, “sekalipun aku harus menanggung luka.” (Tepat)
  • Rahmat mendesah. “Jika kamu ingin pergi, pergilah!.” (Keliru)
  • Rahmat mendesah. “Jika kamu ingin pergi, pergilah!” (Tepat)
  • “Lelaki mana yang telah membuatmu berpaling dariku?”, tanya Rahmat. (Keliru)
  • “Lelaki mana yang telah membuatmu berpaling dariku?” tanya Rahmat. (Tepat)
  • “Semua sudah hancur. Hancur. Hancur sehancur-hancurnya”, kata Rahmat. (Keliru)
  • “Semua sudah hancur. Hancur. Hancur sehancur-hancurnya,” kata Rahmat. (Tepat)

2. Penggunaan atribut atau label dialog.

Atribut atau label dialog (dialogue tag) harus ditata dengan saksama. Banyak pengarang yang menggunakan label dialog yang salah kaprah. Perhatikan contoh berikut.

  • “Jika satu ketika kamu masih ingin pulang,” harap Rahmat, “jangan pergi sekarang!”
  • “Tidak bisa begitu,” potong Rahmat. “Aku juga punya perasaan.”
  • “Ini peringatan terakhir dariku,” pungkas Rahmat.

Tiga label dialog di atas bukanlah kata yang tepat untuk menandai dialog. Kata “harap” bermakna ‘mohon atau minta’, jadi tidak sepadan dengan “kata” atau “ujar” untuk menjadi atribut dialog. Begitu juga dengan “potong” dan “pungkas”, maknanya tidak setara dengan “kata” atau “ucap”.

Apabila ingin menggunakan varian, sebaiknya cari sinonim “kata”. Perhatikan contoh berikut.

  • “Kamu sakit,” ujar Rahmat.
  • “Kamu sakit?” tanya Rahmat.
  • “Kamu sakit!” seru Rahmat.

Apabila dua tokoh sedang berbincang, cukup dua dialog awal yang menyertakan nama tokoh.

  • Nayanika menceratuk. “Aku tidak tahu harus bagaimana lagi!”
  • “Kalau begitu,” ujar Rahmat, “diam saja.”
  • “Bagaimana kalau dia mati?”
  • “Itu risiko!”

3. Penggunaan sapaan tokoh.

Dalam dialog, sapaan pengganti nama tokoh harus didahului atau diikuti oleh tanda koma (,).

  • Mbak, bertahanlah di sini!”
  • “Bertahanlah di sini, Kak!”
  • “Siapa yang berani menyakiti hatimu, Nak?”
  • “Kalau begitu, Dinda, lupakan apa yang seharusnya kamu lupakan!”

Perhatikan penulisan sapaan untuk tokoh yang bukan lawan dialog.

  • “Dengarkan saran ibumu, Nak!”
  • “Jangan kira bapakmu, Rahmat, bahagia karena kelakuanmu!”
  • “Sebaiknya kakakmu tidak turut campur, Bang.”
  • “Kata pamanmu, ini bukan rumahmu. Benarkah?”

4. Penggunaan huruf miring atau pengursifan.

Kata yang berasal dari bahasa daerah dan bahasa asing harus tetap dikursifkan atau dimiringkan.

  • “Dari mana kamu dapatkan cenning rara atau jampi pemikat itu?”
  • “Data ini tidak boleh kamu back up!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun