Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Presiden BWF Minta Maaf: Tulus atau Basa-basi?

23 Maret 2021   11:11 Diperbarui: 23 Maret 2021   11:24 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marcus/Kevin ketika masih berlaga di All England 2021 (Foto: Badmintonphoto/Yohan Nonotte)

Telat, Cuy. Mestinya ini yang menjadi alas pikir sedari awal. Tanpa atlet Indonesia, All England tidak lebih dari "sayur tanpa garam". Tidak ramai. Tidak meriah. All England akhirnya menjadi ajang unjuk gigi pemain badminton dari Jepang.

Sangat telat, Coy. Akibatnya turnamen berjalan hambar. Tidak ada persaingan ketat. Dominasi Jepang sangat kentara. Cerita akan berbeda andaikan atlet Indonesia diperlakukan sama seperti atlet Turki dan yang lain.

BWF juga menyadari bahwa para pemain bulu tangkis Indonesia telah menjadi ikon nasional dan telah menjadi tumpuan harapan bangsa di tingkat internasional.

Semua bermula dari insiden All England yang menyebabkan tim badminton Indonesia terpaksa mengubur mimpi. Gara-gara sepesawat dengan seseorang yang terpapar korona, Marcus/Kevin dkk dipaksa mundur. Bahkan, terpaksa jalan kaki dari stadion ke hotel.

Oleh karena dipaksa mundur, atlet badminton Indonesia gagal unjuk gigi. Andaikan "sabotase" tidak terjadi, belum tentu hasil All England 2021 akan seperti sekarang. Boleh jadi atlet Indonesia merajalela. Boleh jadi.

Ketika saya masih bermain untuk tim nasional Denmark, saya sangat merasakan hubungan keakraban yang saling menguntungkan dengan para pemain dan pelatih tim Indonesia. 

Sebagai mantan atlet badminton, Poul-Erik tentu menyadari seperti apa rasanya diperlakukan tidak adil. Sakit. Apalagi kalau begitu kentara. Tim bulutangkis Indonesia dipaksa mundur, sedangkan tim badminton Turki tetap meneruskan pertandingan. Sakit banget.

Maka dari itu, tidak perlu heran apabila netizen Indonesia gaduh. Menpora ikut berteriak, sampai-sampai Presiden Jokowi pun bersuara. Siapa suruh NHS, BWF, dan panitia penyelenggara berani menyulut ricuh.

Saya juga telah menyaksikan Asian Games 2018, dan turut merasa bangga menyaksikan suksesnya penyelenggaraan sehingga menjadi event yang sangat luar biasa. Percaya dan yakinlah pada saya, saya sungguh-sungguh mencintai Indonesia. 

Pada bagian ini berasa aneh. Sebagai kejuaraan yang sudah berlangsung sejak lama, tampak benar kesemrawutan pelaksanaan turnamen. Mula-mula turnamen diundur karena ada pemain yang ditengarai positif korona. Setelahnya, digelar dan pemain yang semula positif mendadak negatif korona. Ajaib!

Lebih ajaib lagi, atlet Indonesia yang juga negatif korona malah dipaksa mundur. Aturan ketat yang diterapkan sewenang-wenang dan sekehendak hati. Sungguh menjengkelkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun