Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Gibran, Jokowi, dan Keran Politik Dinasti

18 Juli 2020   14:09 Diperbarui: 21 Juli 2020   08:04 3582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gibran Rakabuming Raka (Foto: Kompas.com/Labib Zamani)

Gibran, pengusaha makanan yang murah senyum, kini resmi mendapat rekomendasi partai pengusung. Ternyata bukan hanya putra kandung Pak Presiden, anak mantu pun hendak maju di perebutan kursi Wali Kota Medan.

Semua manusia bisa berubah seiring perjalanan usia. Itu benar. Gibran yang dulu tidak tertarik terjun ke dunia politik, kini sudah siap bertarung. Pernyataan "kasihan rakyat kalau terjadi politik dinasti" pun terlupa olehnya. 

Jelas bahwa semua orang berhak dipilih dan memilih, tetapi indikasi politik dinasti juga sesuatu yang nyata. Benar-benar ada. Bukan klandestin, bukan laten.

Menyoal Politik Dinasti dan Hak Asasi Gibran

Sekali lagi, semua warga Indonesia berhak dipilih dan memilih. Jika Gibran nanti menang di Pilwalkot Surakarta, itu adalah kemenangan politiknya. Itu juga berarti kemenangan politik partai pengusung dan para pemilihnya.

Mengapa banyak orang yang mempersoalkan politik dinasti? 

Secara ringkas, politik dinasti adalah strategi politik yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam satu keluarga demi melanggengkan atau mempertahankan kekuasaan politiknya. Jadi, ada semacam pewarisan kekuasaan kepada kerabat terdekat. Entah kepada istri, suami, anak, adik, atau kakak dari penguasa sebelumnya.

Tidak bisa dimungkiri, politik dinasti di Indonesia masih terjadi di mana-mana. Hal itu terjadi karena tingkat pendidikan politik dan kesadaran politik di negara kita masih rendah. 

Ketika Gibran maju ke percaturan politik di Surakarta, harus diingat bahwa Jokowi pernah berkuasa di sana. Bahkan, dapat disebut bahwa dari Surakarta-lah kiprah politik Presiden ke-7 RI itu bermula. Jangankan di Indonesia, di Amerika Serikat dengan kesadaran politik tinggi pun masih terjadi politik dinasti.

Kita kembali pada Jokowi dan Gibran. Sosok dan kiprah Jokowi selama berkuasa di Solo pasti masih menyesaki benak para pemilih. Itulah yang mengaburkan kapabilitas dan kredibilitas Gibran. 

Selain itu, Gibran belum punya jejak memadai di dunia politik. Namanya besar bukan karena rekam jejaknya di ranah politik, melainkan karena ia putra Jokowi.

Kita juga harus memaklumi bahwa sistem dan penegakan hukum di Indonesia masih lemah. Kondisi itu dapat memengaruhi pemilih. Abdi negara yang pernah dipimpin Jokowi jelas memiliki ikatan emosional dan, tentu saja, itu dapat memengaruhi pilihan. Tidak peduli kapasitas kepemimpinan Gibran, memori indah dipimpin Jokowi bisa jadi pelatuk untuk memilih saudagar martabak itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun