Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Engkang Engkos, Copras-capres, dan Serangan Pribadi

19 Februari 2019   11:24 Diperbarui: 19 Februari 2019   12:38 1513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden RI Joko Widodo [Foto: Rusman, Biro Pers Sekretariat Presiden/Kompas.com]

Sebagaimana penduduk lain di Desa Sukatawa, Engkos Kosasih (biasa disapa Engkang Engkos) turut menyaksikan Debat Capres Kedua. Ia bergabung bersama beberapa lelaki paruh baya di teras warung kopi Mamat Surahmat (lazim disapa Akang Mamat).

Ia tidak banyak berbicara. Hanya mengangguk atau menggeleng, itu juga kalau ada yang menyapa atau meminta tanggapannya. Engkos memang begitu orangnya. Irit kata, hemat kalimat. Apalagi di warkop itu ada beberapa jurkam Capres 02.

Ketika melihat pendukung Capres 01 di Hotel Sultan bersorak-sorak dan bertepuk riuh, ia menggumam. "Tingkah pendukung capres ini percis penonton sabung ayam. Sorak-sorak tidak perlu. Norak!"

Jadi Surjadi (sering disapa Bang Jadi) kontan tertawa. "Pendukung Jokowi memang norak." Ia tidak mengerling sedikit pun ke arah Engkang Engkos. "Tukang bohong disoraki. Sudah itu pasti dipuji-puji!"

Bibir Engkos seketika gatal. Ingin ia sambar celetukan Bang Jadi, tetapi ia menahan diri. Ambil cermin, Bang Jadi, itu bosmu berapa kali berbohong. Akan tetapi, ia hanya menggerunyam. Sebatas menggerundel di dalam hati.

Capres 02 berteriak lantang tentang kekayaan negara yang hanya dinikmati oleh segelintir orang. Suaranya berapi-api. Suit-suitan silih berganti, sorak-sorai sambung-menyambung. Tepuk tangan terus membahana. Termasuk di depan warkop.

Bang Jadi sampai berdiri dan mengepalkan tangan ke udara sembari berteriak, "Betul!"

Setelah suasana agak hening, Engkos tertawa. "Lebih parah. Lebih norak."

Geger Pratomo (kerap disapa Mas Geger) menoleh. "Ganti Presiden!"

Dengan tenang, Engkos menukas. "Kalau menang."

"Pasti!" Sambar Bang Jadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun