Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Manakala "Alay" dan "Gegara" Masuk KBBI

7 Agustus 2018   19:17 Diperbarui: 8 Agustus 2018   08:33 2286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Twitter @badanbahasa

Kamu bohong, Tami. Katamu gegara itu kata yang tidak baku. Buktinya ada di KBBI V.

Tami terperangah membaca pesan pendek Icha, temannya, yang baru ia buka setelah tadi siang tidak menyentuh gawai. 

Beberapa jenak ia terpangah, tidak berkata apa-apa. Lalu tersenyum-senyum. Kesal ada, geli ada. Di langit, rembulan menyapa sunyi yang meringkuk sendirian di halaman

Kalau orang lain menudingnya pembohong, tidak apa-apa. Ini Icha. Sahabatnya. Peduli amat pada orang lain, asalkan bukan Icha. Itu saja. Ia tahu bahwa Icha memang tidak gampang percaya. Tetapi, ia juga paling tidak suka dicap pembohong. Apalagi ia merasa tidak berbohong. Itu menyakitkan, sangat menyakitkan.

Semua orang juga tidak suka dicap pembohong. Mau politisi mau tukang obat, mau penjabat mau penjahat, semuanya pasti sewot kalau dituduh berbohong sekalipun memang berbohong. Ini beda. Tami sama sekali tidak bohong. Gegara memang kata takbaku. Begitu jawabannya kepada Icha.

Ia menarik napas dan mengembuskannya pelan-pelan. Jika menuruti panas hati, pasti sudah ia semprot. Tidak tahu duduk perkara kata gegara, tetapi langsung main hakim sendiri. Seperti orang-orang kebanyakan, tahu sedikit sudah merasa paling tahu.

Ini saya kirimkan rekam layar (kubilang rekam layar karena kamu sering menggerutu tiap kupakai kata skrinsut) kata gegara dalam KBBI V.

Sumber: KBBI V Daring
Sumber: KBBI V Daring
Tami memejamkan mata. Angin tunak mengelus wajahnya. Ia sendirian di rumah. Ayahnya belum pulang, ibunya sedang tugas piket di rumah sakit. Remba tiada kabar. Kadang ia berpikir Remba, lelaki yang mencitainya, lebih getol mendaki gunung daripada menyambanginya.

Bayangan Icha tengah meringis sembari menunjuk-nunjuk layar gawai mendadak terpampang di benaknya, seperti film lawas yang hanya tahu warna hitam dan putih, dan ia merasa jengah. Icha tidak bisa dibiarkan, harus diberi tahu duduk perkara yang sebenarnya.

Tanpa sadar ia menggerendeng, menggeretakkan geraham, dan otot-otot rahangnya bergerak-gerak. Kemudian pelan-pelan ia mengetik jawaban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun