Kamu bohong, Tami. Katamu gegara itu kata yang tidak baku. Buktinya ada di KBBI V.
Tami terperangah membaca pesan pendek Icha, temannya, yang baru ia buka setelah tadi siang tidak menyentuh gawai.Â
Beberapa jenak ia terpangah, tidak berkata apa-apa. Lalu tersenyum-senyum. Kesal ada, geli ada. Di langit, rembulan menyapa sunyi yang meringkuk sendirian di halaman
Kalau orang lain menudingnya pembohong, tidak apa-apa. Ini Icha. Sahabatnya. Peduli amat pada orang lain, asalkan bukan Icha. Itu saja. Ia tahu bahwa Icha memang tidak gampang percaya. Tetapi, ia juga paling tidak suka dicap pembohong. Apalagi ia merasa tidak berbohong. Itu menyakitkan, sangat menyakitkan.
Semua orang juga tidak suka dicap pembohong. Mau politisi mau tukang obat, mau penjabat mau penjahat, semuanya pasti sewot kalau dituduh berbohong sekalipun memang berbohong. Ini beda. Tami sama sekali tidak bohong. Gegara memang kata takbaku. Begitu jawabannya kepada Icha.
Ia menarik napas dan mengembuskannya pelan-pelan. Jika menuruti panas hati, pasti sudah ia semprot. Tidak tahu duduk perkara kata gegara, tetapi langsung main hakim sendiri. Seperti orang-orang kebanyakan, tahu sedikit sudah merasa paling tahu.
Ini saya kirimkan rekam layar (kubilang rekam layar karena kamu sering menggerutu tiap kupakai kata skrinsut) kata gegara dalam KBBI V.
Bayangan Icha tengah meringis sembari menunjuk-nunjuk layar gawai mendadak terpampang di benaknya, seperti film lawas yang hanya tahu warna hitam dan putih, dan ia merasa jengah. Icha tidak bisa dibiarkan, harus diberi tahu duduk perkara yang sebenarnya.
Tanpa sadar ia menggerendeng, menggeretakkan geraham, dan otot-otot rahangnya bergerak-gerak. Kemudian pelan-pelan ia mengetik jawaban.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!