Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mari Jadikan Sekolah Benar-Benar Sebagai Taman Pendidikan!

20 April 2014   22:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:25 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Slogan sekolah sebagai Taman Pendidikan telah terkenal di mana-mana. Taman mengacu kepada taman Firdaus, tempat di mana manusia pertama dalam Alkitab hidup. Dalam taman Firdaus, manusia menjalin relasi dengan penuh kebahagiaan, di sana tidak ada penderitaan atau kemalangan. Taman berarti tempat orang hidup bersama dalam kebahagiaan. Itulahnya sebabnya orang mengkampanyekan Sekolah sebagai Taman Pendidikan. Hidup dalam sebuah taman, sungguh indah. Kesegaran, keharuman, kebahagiaan dan keindahan selalu menjadi milik kita.

Sayangnya untuk menjadikan Sekolah sebagai sebuah Taman Pendidikan bukan merupakan persoalan sepeleh. Perlu tenaga, waktu dan pikiran cukup besar dan fokus. Perlu pemeliharaan yang ketat agar Sekolah benar-benar menjadi serupa sebuah Taman Pendidikan. Aktivitas belajar-mengajar, istirahat, keterampilan, olah raga, rekreasi, dll harus betul-betul menunjukan bahwa Sekolah merupakan taman Pendidikan.

Kalau aturan Sekolah terlalu ketat dalam menyeleksi para siswa maka ruangan kelas akan kosong, lampu merah pada Sekolah swastapun menyala, buntutnya sekolah swastapun perlu menaikkan ongkos keuangan sekolah berikut sumbangan-sumbangan lainnya. Salah satunya ialah Sekolah-Sekolah asuhan gereja. Sekolah ini selalu mengeluh tentang kekurangan para siswa/i.

Perlu semacam aksi panggilan agar para siswa/i bisa semakin banyak. Setidaknya saya pernah merasakan itu ketika masih di SMA Seminari Lalian. Sejak dahulu Seminari dikenal merupakan sekolah para calon imam yang super ketat dengan aturan kerohanian. Semuanya serba diatur mulai dari makan, penginapan dan kegiatan lainnya. Fasilitasnya memang bagus, namun aturan dan disiplinnya sangat ketat.

Seingat saya, ketika menginjak kelas III A2, kelas kami hanya tertinggal 11 siswa Seminaris. Rupanya selama 2 tahun,  hampir setengah kelas kami menyatakan mundur dan memilih jalan hidup lain. Demikian pun yang terjadi saat ini dengan SMA HTM Halilulik, sebuah Sekolah asuhan para suster SSpS di Halilulik. Jumlah para siswanya hanya belasan saja dengan jumlah kelas 1-3 kelas. Para pendidik di sekolah ini juga terkenal dengan kedisiplinannya.

Akibat lanjutnya banyak siswa/i akhirnya mengundurkan diri dan memilih SMA lain yang aturannya lebih ringan. Dua tahun lalu, kepala sekolah SMA itu makin terdesak akibat kesulitan membiayai ongkos penyelenggaraan UAN Sekolahnya. SPP dan biaya UAN pun dinaikkan lebih tinggi dari biaya normal, demi gaji guru-guru dan juga pendidik di sekolah itu. Namun demikian, semakin tahun banyak anak yang memilih sekolah lain yang lebih bagus dengan aturan yang memberikan banyak toleransi kepada para siswa/i, juga beban biaya yang diperingan.

Pertanyaan kita ialah apa daya tarik utama pada sebuah Sekolah sebagai Taman Pendidikan? Pertama-tama Sekolah harus membuat dan mendukung agar para komponen dalam Sekolah itu mampu hidup bersama secara baik. Bersekolah bukan hanya mengejar ilmu namun juga demi kehidupan bersama yang harmonis, serasi, damai, saling mendukung, toleransi dan persaudaraan yang tinggi. Semuanya itu pada akhirnya mendukung kedisiplinan dan ketepatan para pendidik dan para siswa/i. Sekolah juga harus menjaga norma-norma hidup bersama berdasarkan kesadaran hidup demi nilai, bukan demi kepentingan egoisme.

Pada akhirnya keputusan seseorang untuk menjatuhkan pilihannya terhadap Sekolah merupakan pilihan bebas dari hati nuraninya sendiri tanpa paksaan. Dengan itu, aturan-aturan hidup bersama dalam sekolah bukan atas dasar paksaan namun lebih kepada kesadaran untuk hidup bersama dan menjalin relasi demi nilai-nilai kehidupan. Sekolah-Sekolah seperti itulah yang selalu dicari orang. Mereka menginginkan bahwa Sekolah merupakan sebuah Taman Pendidikan, di mana mereka bisa menikmati indahnya masa-masa remaja sekaligus juga menikmati indahnya masa Pendidikan SMA menuju masa depan mereka yang gemilang. Dengan itu Sekolah bukan tempat untuk berpolitik praktis, teristimewa para pendidiknya.

Bila Sekolah menjadi sarana berpolitik praktis untuk merebut kedudukan sebagai Kepsek, Wakasek, dll, maka akan hilang perhatian terhadap Pendidikan. Ilmu dan kehidupan ilmiah Sekolah menjadi redup bahkan hilang. Kehidupan akademis menjadi mandek. Maka sebaiknya para pendidik tidak boleh menjadikan sekolah sebagai basis kegiatan politik.

Sebaiknya para pendidik perlu menolak kegiatan politik para aktivis politik yang ingin menjadikan Sekolah sebagai basis kegiatan kampanye sebab bila Sekolah menjadi basis kegiatan politik maka Taman Pendidikan akan rusak dan Sekolah tidak lagi menjadi tempat yang indah bagi usaha penataan kehidupan dan usaha untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya. Marilah kita jadikan Sekolah benar-benar sebagai Taman Pendidikan yang jauh dari kegiatan berpolitik praktis. Semoga

_________________________________________

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun