Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jalan Panjang Pemahaman Filsafat Tentang Substansi

27 Agustus 2021   07:10 Diperbarui: 3 September 2021   17:08 1195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ide tentang substansi dari Aristoteles adalah ide yang paling diterima karena para Sarjana yang hidup kemudian mengambil pemikiran tentang substansi berdasarkan ide Aristoteles dalam subbuku Zeta dari buku Metafisika.

Aristoteles mempertimbangkan 4 kandidat substansi, yaitu: pertama: esensi, kedua: universal Platonik, ketiga: genus, di mana suatu zat berada dan keempat:  substratum atau 'materi'. Dari 4 kandidat itu, bagi Aristoteles hanya terdapat 2 pilihan yang benar-benar mendekati kebenaran tentang pengertian substansi yaitu: esensi dan universal Platonik. 

Sehingga untuk pengertian substansi, Aristoteles membedakan atas 2 pengertian, yaitu: esensi individual sebagai substansi pertama  dan esensi universal sebagai substansi kedua. Dengan demikian Aristoteles menolak gagasan dari gurunya Plato bahwa genus dan substratum atau 'materi' dapat menjadi substansi. 

Menurut Aristoteles, esensi adalah kriteria dari substansi. Esensi dari sesuatu adalah apa yang termasuk dalam catatan secundum se ('sesuai dengan dirinya sendiri'), yaitu yang memberi tahu apa sesuatu itu pada dasarnya. Contohnya: Anda pada dasarnya bukan musikal. Tetapi Anda pada dasarnya adalah manusia. Bagi Aristoteles, substansi bersifat aktual dan benar-benar tanpa potensi.  Ide substansi ini kemudian dilanjutkan Aristoteles dalam subbuku: Lambda.

Dengan bertitik tolak pada substansi, dalam subbuku Lambda, Aristoteles berbicara tentang penggerak utama atau penyebab pertama, maksudnya penggerak atau penyebab ini lebih dulu dipahami secara konseptual daripada kronologis. 

Artinya, kita tidak boleh membayangkan alam semesta yang diam, betapapun miliaran tahun yang lalu, yang kemudian digerakkan oleh penggerak utama.

Di lain buku banyak Sarjana lain menafsirkan secara berbeda. Mereka mengatakan bahwa aksi atau kerja melampaui esensi. Hal itu berangkat dari gagasan gagasan Aristoteles: existence over esence: artinya: eksistensi itu melampaui esensi, sejauh sesuatu itu ada dalam aksi, maka sesuatu itu sempurna. Tentang ide ini kemudian muncul pertanyaan penting: siapa yang mendorong sesuatu itu bergerak atau beraksi? Jawabannya ialah tentu ada penggerak utama.

Aristoteles dalam bukunya Fisika dan Metafisika berpendapat bahwa karena waktu bersifat abadi, tidak ada permulaan dan akhir bagi waktu. Sehingga kita harus memahami penggerak utama sebagai yang pertama harus secara konseptual. Misalnya, kita bisa bertanya mengapa bola menggelinding dan mengatakan bahwa Ronaldo yang menendangnya. Kita kemudian dapat bertanya mengapa Ronaldo menggerakkan kakinya? Jawabannya karena Ronaldo merasakan keinginan tertentu sehingga dia menendang bola. Kita dapat menjelaskan keinginan Ronaldo tersebut dengan mengajukan alasan-alasan tertentu dalam kehidupan Ronaldo, dan seterusnya. Jadi gerakan bola bisa dijelaskan dengan gerakan kaki Ronaldo, sesuai dengan keinginan dan kisah hidup Ronaldo seterusnya. 

Penjelasan terdalam dari setiap gerakan, kata Aristoteles, adalah  bahwa penggerak utama adalah objek keinginan dari dan untuk surga dan penggerak utama itu menyibukkan diri dengan merenungkan perenungan. Jadi bagi Aristoteles, penggerak utama itu sendiri tidak tergerak, hanya merenung dan merenung,  tetapi punya kehendak. 

Namun menurut teori sebab-akibat Aristoteles, sesuatu tidak dapat menyebabkan hal lain bergerak kecuali jika hal itu memberikan gerakan pada hal lain itu. Contohnya: seseorang tidak dapat memindahkan sebuah kotak tanpa mendorong atau menariknya. 

Satu-satunya penyebab gerakan yang tampaknya tidak membutuhkan gerakan adalah keinginan atau kehendak. Jika penggerak utama mendorong langit dalam gerakan melingkar mereka, maka penggerak utama itu sendiri akan bergerak, tetapi jika langit bergerak dalam pola melingkar karena keinginan untuk kesempurnaan penggerak utama, maka ini tidak memerlukan gerakan apa pun dari penggerak utama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun