Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru - Guru.

Guru profesional Bahasa Jerman di SMA Kristen Atambua dan SMA Suria Atambua, Kab. Belu, Prov. NTT. Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat" dan Pemenang Konten Kompetisi KlasMiting Periode Juli-September 2022.

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Potret Dunia Blog dan Literasi Digital di Tikungan Pandemi

18 September 2020   04:31 Diperbarui: 27 September 2020   04:57 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILustrasi literasi digital. (Gambar: Sindonews).

Sebelum bergabung dengan agregator berita UC We Media Program pada akhir Agustus 2017, saya menulis secara tetap di blasmkm.com sejak Juli 2011, Kompasiana.com dan Guraru.org. Sebelum bergabung bersama agregator berita UC We Media Program, awalnya saya menulis demi mengembangkan ilmu karena saya adalah seorang guru dan tidak pernah bermimpi untuk sampai dibayar oleh UC We Media Program dalam bentuk USD.

Makna penghapusan artikel-artikel di agregator berita itu harus direfleksikan. Mengapa pihak UC News bisa menghapus begitu banyak konten yang sebelumnya beredar luas di ranah publik? Tentu karena wabah Corona. Konten-konten itu tentu saja telah mencerahkan dan diterbitkan setelah proses uji konten yang disebut verifikasi.

Di UC We Media Program, konten-konten dibayar sesuai dengan jumlah views, konten pesanan dan hadiah-hadiah lainnya. Masalah yang paling memusingkan para penulis di UC We Mdia Program ialah proses verfikasi yang sangat ketat sebelum diterbitkan.

Artikel-artikel di UC We Media Program tidak dengan sendirinya berhasil terbit. Admin UC We Media Program selalu teliti menyeleksi tiap-tiap konten meskipun sudah tayang. Hukuman offline dan penurun Poin Indeks adalah beberapa hukuan yang paling menakutkan para penulisnya. Selain hukuman-hukuman itu, komentar-komentar adalah bagaian dari tiap-tiap artikel yang menakutkan. Sebagai penulis kita harus siap membalas komentar dan memberikan voting.

Dari sini saya dapat belajar bahwa Dunia blog Indonesia sudah menjadi sarana untuk meningkatkan penghasilan dalam rangka perbaikan ekonomi. Blog selalu berjuang dengan masalah ide dan gagasan yang bersifat refleksif. Hal itu wajar sebab konten-konten yang diterbit di pelbagai blog memiliki banyak maksud. Jadi bukan hanya punya maksud ekonomi, juga dengan maksud idiologi, politik, sosial, budaya, agama dan ekonomi. 

Konten-konten blog masih mencari para pembaca dari luar. Sementara para pembaca dari luar masih minim. Idealnya konten-konten itu harus memiliki pembaca tetap dari kalangan sendiri. Kalangan sendiri meliputi: keluarga, sahabat-kenalan, rekan-rekan kerja dan para siswa/i dalam lingkungan kerja. Setelah membaca dan tertarik pada blog, mungkin seorang pembaca akan menginformasikan blog itu kepada sesama blogger dari jaringan blog milik sahabat-sahabat mereka, terjadilah jaringan-jaringan para pembaca yang saling terhubung.

Masalah Kebenaran Isi Konten-Konten

Para penulis media online memiliki senjata yakni senjata kata-kata, kalimat dan wacana. Tentang kebenaran, ketika senjata wacana ditembakkan ke publik, malah yang kena tembak adalah diri penulis sendiri. Penulis online tidak hanya memanen USD. Penulis juga memanen omelan. Seiring waktu berlalu, tak cukup untuk penulis menganggap semua pesan sebagai bagian dari proses berliterasi.

Saya masih ingat, UC We Media Program masih sempat mengofflinekan artikel saya tentang wabah Corona. Jelas bahwa dengan adanya offline itu menggambarkan pergumulan UC We Media Program tentang isi konten-kontennya di akhir hidupnya.

Hal ini wajar sebab dunia maya saat ini banyak dipenuhi konten berbau berita bohong, ujaran kebencian, radikalisme dan praktik-praktik penipuan.  Tentu saja keberadaan konten-konten negatif telah merusak ekosistem digital. Konten-konten negatif hanya bisa ditangkal dengan membangun kesadaran dari tiap-tiap individu. 

Hendaknya kita sebagai penulis dan penggiat media digital menjadikan  literat digital sebagai proses berbagai informasi, dapat memahami pesan dan berkomunikasi efektif dengan orang lain dalam berbagai bentuk, termasuk menciptakan, mengolaborasi, mengomunikasikan, dan bekerja sesuai dengan aturan etika, dan memahami kapan dan bagaimana teknologi harus digunakan agar efektif untuk mencapai tujuan. 

Dalam hal ini setiap pegiat media online harus memiliki kesadaran tinggi dan kemampuan berpikir kritis terhadap berbagai dampak positif dan negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan membangun literasi digital merupakan salah satu indikator pencapaian dalam bidang pendidikan dan kebudayaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun