Melalui bukunya Discours de la Methode (1637), filsuf Descartes (1596-1650) dikenal sebagai bapak filsafat (rasionalisme) modern. Descartes ingin membentuk sistem filsafat yang sama dengan IPA dan Matematika.Â
Ia mendasarkan filsafatnya pada metode keraguan terhadap semua pengetahuan agar selalu idea, clara et distincta.Â
Descartes tidak akan berhenti untuk meragukan sebelum manusia mencapai suatu jalan yang tidak dapat diragukan lagi yakni: cogito. Untuk mencapai cogito, manusia harus berpikir (ergo sum).
Bagi Descartes, dunia ditentukan oleh sejumlah substansi yang bersifat subjektivitas-kuantitatif. Seluruh realitas mencakup 2 cara yang saling berlawanan yakni: cara subjek (roh, pikiran) dan cara materi (kuantitas). Filsafat Descartes mempengaruhi 2 aliran filsafat yakni: rasionalisme dan empirisme.
Descartes dikreditkan sebagai bapak filsafat modern. Ia meragukan semua cara tradisional yakni: dogmatisme abad pertengahan. Dengan pijakan pada cogito, individu modern lahir dengan penolakan dogmatisme masa lalu sebagai bidan. Descartes adalah fajar baru untuk zaman modern.
Dogmatisme Tentang Wanita
Hal mendasar yang dilupakan Descartes ialah kritisisme terhadap peran wanita dalam dogmatisme abad pertengahan. Pada abad pertengahan dogmatisme terhadap wanita sebagai makhluk kedua, kurang diperhatikan Descartes.Â
Jadi pada masa Descartes, feminisme masih belum tampak jelas, masih tetap di bawah bayang-bayang laki-laki.
Sebagai seorang bapak filsafat modern, Descartes masih bukan merupakan bapak bagi kaum wanita. Bahkan Descartes dianggap masih belum menjadi bapak juga bagi para filsuf feminis modern.Â
Dengan demikian, pendekatan gender dalam praktis filsafat modern Descartes dianggap kurang mempan dalam meningkatkan derajat wanita dalam dunia modern.Â
Filsafat feminim adalah satu-satunya aliran filsafat modern yang mencatat ketidakpuasan kaum wanita terpelajar di era modern terhadap gagasan Descartes.