Mohon tunggu...
Blasius Mengkaka
Blasius Mengkaka Mohon Tunggu... Guru.

Alumnus Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang Tahun 2008. (1). Pemenang Topik Pilihan Kolaborasi "Era Kolonial: Pengalaman Mahal untuk Indonesia yang Lebih Kuat", (2). A Winner of Class Miting Content Competition for Teachers Period July-September 2022. (3). The 3rd Winner of Expat. Roasters Giveaway 2024.

Selanjutnya

Tutup

Money

Kalau Sistem Pasar Sosial, Tentu Bagus

29 Oktober 2016   19:27 Diperbarui: 30 Oktober 2016   08:11 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toko Komputer (Foto:2.bp.blogspot.com)

Seputar Pengalamanku

Hari Rabu, 26 Oktober 2016, saya hendak menggantikan Flashdisk saya yang sudah lama saya pakai. Kekuatan Flashdisk itu 8GB, saya beli sekitar 4 tahun yang lalu. Di dalam Flashdisk itu tersimpan berbagai dokumen-dokumen saya. Dua hari sebelumnya data-data dalam Flashdisk itu hilang, saya harus ke operator Komputer untuk membantu memunculkan data-data. Namun operator Komputer di kota Atambua hanya mampu menyelamatkan beberapa data yang penting. 

Untung, tulisan-tulisan asli buku kedua saya masih selamat. Saya mengucapkan terima kasih kepada sang operator yang baik hati itu. Namun operator meminta agar saya menggantikan Flashdisk saya yang sudah tua. "Beli Flashdisk baru saja", kata beliau. Sayapun mencari-cari Flashdisk dalam tokonya dan menemukan Flashdisk merek HP dengan kekuatan 16 GB. Tanpa pikir panjang saya langsung membeli. Harganya tidak terlalu mahal. Untuk Flashdisk merk HP 16 GB, di toko itu terjual Rp 115.000. 

Dengan perasaan gembira saya kembali ke sekolah. Saat itu di lantai 2 sekolah kami ada pertemuan para guru bahasa Jerman tingkat kabupaten Belu. Saya menceriterakan kepada rekan-rekan guru agar jangan menunda-nunda membeli Flashdisk baru bila warna-warna data memerah pada layar Laptop. Itu sangat berbahaya sebab beberapa saat kemudian data-data akan hilang. Warna merah artinya berhenti, saatnya beli Flashdisk yang baru.

Mendengar nasihat saya, seorang teman guru saya langsung bangkit dan pergi membeli Flashdisk yang baru. Namun ketika datang dan menunjukkan Flashdisknya saya tertegun, harga Flashdisknya ialah Rp 85.000 dengan kekuatan hanya 4 GB, meskipun merek lain. Namun saya mempertanyakan harga Flashdisk itu, mengapa harganya begitu tinggi sedangkan kekuatannya hanya 4 GB.

Menghadapi hal ini saya langsung merefleksikan diri, mengapa harga-harga barang di toko-toko tidak menentu. Apakah harga-harga di toko tidak sama? Di toko satu harga lain, di toko satu harga lain? Siapakah yang berhak menetapkan harga di pasar-pasar dan toko-toko? Ketika orang diberikan kebebasan untuk menentukan harga, orang bisa seenaknya mempermainkan harga. Kalau demikian, maka harga-harga di pasar atau toko-toko ditentukan seenaknya saja, sesuai selera dan psikologi manusia. Padahal mayoritas para pemilik toko dan para pedagang di kota-kota kecil NTT bukan dari pedagang asli. Rata-rata para pedagang asli hanya menjadi pedagang papalele.

Pertanyaan saya, sebenarnya siapakah yang lebih berhak menentukkan harga barang di toko-toko dan pasar-pasar? Pemilik dan penjual? Jawabnya tentu saja. Namun dengan adanya permainan harga dan harga barang yang tidak sama, para pembeli harus waspada. Tentu karena ada suka dan tidak suka kepada kelompok-kelompok orang tertentu.Terjadilah, suatu barang yang sama, namun seringkali berlainan harga. Harga barang jelas ditentukan seenaknya oleh penjual tergantung kesepakatan antara pembeli dan penjual. Untung saja ada tawar-menawar. Namun tawar-menawar hanya di penjual asongan. Di toko-toko resmi tidak ada tawar-tawar. Harga yang tertulis itulah yang harus dibeli.

Suasana pasar Simpang-Balek-Aceh (Foto:Seputaraceh.com)
Suasana pasar Simpang-Balek-Aceh (Foto:Seputaraceh.com)
Kalau Sistem Pasar Sosial, Tentu Bagus

Sebenarnya selain kondisi ekonomi, harga ditentukan kondisi psikologis para penjualnya. Harganya 'tergantung'. Di kampung-kampung, umumnya para penjual dianggap merupakan para penguasa. Sehingga merekalah yang menentukkan harga, meskipun semaunya saja. Sekarang dengan adanya Koperasi, para pembeli dan penjual sendirilah yang memiliki dan menguasai harga barang. Dalam arti tertentu, penjual ingin mendapatkan untung banyak. Kondisi psikologis mempengaruhi harga barang. Penjual ingin untung besar. Tentunya dengan cara mempermainkan kondisi psikologi para pembelinya.

Di sebuah toko emas, saya terkagum-kagum melihat kilaunya emas. Padahal itu hasil sepuhan. Kadar emasnya memang seperti itu namun kilaunya emas dibuat-buat agar menarik para pembeli. Di sinilah letaknya permainan psikologis terekam jelas. Tentu hal menentukan harga pasar ialah soal yang tidak dianggap serius oleh para pembeli yang hilir mudik, namun bagi saya hal itu sangat menentukan. Puluhan tahun, di toko yang sama, para penjual yang sama, meskipun lemah (kebanyakan para pemilik toko ialah kaum minoritas China) namun merekalah yang menjadi faktor penentu dalam keputusan mengenai harga barang.

Seorang pemilik toko mengatakan kepada saya, bahwa harga barang tinggi karena dia harus membagi-bagi uang itu untuk dirinya dan para pelayan toko yang jumlahnya lebih dari 5 orang. Itulah sebabnya harga barang meningkat.  Ya, memang harga barang ditentukan oleh kelompok kuat. Dalam hal ini para pemilik modal dan para pemilik toko masing-masing membentuk kelompok-kelompok kuat untuk menentukkan harga seenaknya agar mereka bisa mempertahankan hidupnya..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun