MEDAN, 22 September 2025 -- Suasana depan Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) pagi ini tampak berbeda. Sejak pukul 10.00 WIB, sekitar puluhan massa yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Revolusioner (GPR) memadati trotoar dan sebagian badan jalan. Suara lantang orasi menuntut keadilan atas dugaan korupsi di tubuh Desa Damuli Kebun.
Aksi yang berlangsung tertib ini menyampaikan tuntutan tegas: mendesak Kejatisu dan Polda Sumut untuk segera memeriksa dan menangkap Kepala Desa Damuli Kebun. Isu yang diangkat bukanlah hal baru, mengingat seringnya terjadi penyelewengan dan Tindakan KKN di tubuh Desa, terkhusus adanya dugaan kuat kejanggalan dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Damuli Kebun untuk tahun 2023 dan 2024.
"Kami mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk memeriksa Kades Desa Damuli Kebun karena kami duga kuat telah melakukan korupsi terhadap anggaran APBDes Tahun 2023-2024," demikian bunyi salah satu poin tuntutan yang tertuang dalam surat pemberitahuan aksi bernomor 511/B/GPR/IX/2025. Surat yang telah disampaikan kepada Kapolres Kota Medan pada 15 September lalu.
Data yang disajikan GPR menunjukkan, pada APBDes 2023, total penyaluran dana mencapai lebih dari Rp 1,29 miliar, yang terbagi dalam tiga tahap. Beberapa pos pengeluaran yang mencuri perhatian antara lain pengadaan hasil usaha pertanian sebesar Rp 266 juta, serta beberapa item pembangunan jalan dan sanitasi dengan nilai ratusan juta rupiah yang dianggar berulang. Sementara untuk tahun 2024, anggaran sebesar Rp 1,18 miliar juga menunjukkan realisasi pada pos 'keadaan mendesak' senilai Rp 54 juta dan pembangunan jalan desa sebesar Rp 116 juta, yang oleh para pengunjuk rasa dianggap tidak transparan.
Di barisan terdepan, Koordinator Lapangan aksi berseru lantang melalui megafon, menegaskan bahwa aksi ini bukan sekadar unjuk rasa, tetapi sebuah tuntutan konkret untuk penyelamatan uang rakyat. "Kami tidak akan tinggal diam melihat anggaran desa yang seharusnya untuk membangun jalan, membiayai posyandu, dan mensejahterakan warga, justru dikorupsi oleh oknum yang seharusnya melayani!" serunya, disambut gemuruh massa.
Di balik pengawalan ketat aparat kepolisian yang berjaga, harapan besar tertumpah pada institusi Kejaksaan. Massa berharap tembok merah Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara tidak bisu terhadap jeritan mereka. Tuntutan mereka jelas: transparansi dan akuntabilitas mutlak dalam tata kelola pemerintahan desa. Setiap rupiah dari APBDes harus dapat dipertanggungjawabkan kepada warga, dan setiap indikasi penyimpangan harus ditindak tegas tanpa pandang bulu.
Aksi yang berlangsung hingga siang hari ini adalah sebuah testament dari kegerahan publik terhadap praktik korupsi yang menggerogoti level pemerintahan terdepan. Semangat yang berkobar dari para pemuda ini bukan hanya tentang menuntut penangkapan satu kepala desa, tetapi tentang menanamkan prinsip bahwa pemerintahan desa harus bersih, berintegritas, dan benar-benar bekerja untuk rakyatnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI