Menurut gue para lembaga survei banyak yang tidak punya etika dan tak punya malu. Tidak ada pengumuman resmi mereka saat mereka membuat kesalahan
Dan bagi gue kesalahan sebuah lembaga survei, jika error dua digit atau lebih 10%, maka salah tersebut lebih dari sebuah hoax. Lebih berbahaya dari hoax.
Ditambah pengakuan lembaga survei yang mengaku dana operasional sendiri. Preeeeeeet. Kata Warkop DKI cuma kentut yang gratis di dunia ini.Â
Contohnya dua lembaga survei yang selalu merilis survei Pilpres setiap dekade, yakni SMRC dan Charta Politika. Dua lembaga ini pernah salah lebih dari 29% pada Pilkada Lampung 2018.
Menurut Wikipedia, hasil survei Charta Politika Maret 2018 koresponden 800 : Ridho-Bachtiar (27,1%), Herman-Sutono (20,1%), Mustafa-Aja (10,4%), Arinal-Nunik (7,4%)
SMRC 3-8 Maret 2018 koresponden 800 Ridho-Bachtiar (21,4%), Herman-Sutono (17%), Mustafa-Aja (9,7%), Arinal-Nunik 7,8%.
Hasil resminya : Â Ridho-Bachtiar (25,46%), Herman-Sutono (25,73%), Mustafa-Aja (11,04%), Arinal-Nunik 37,78%.
Hasil survei dua lembaga tersebut sungguh memalukan, Arinal-Nunik yang mereka tempatkan urutan buncit ternyata keluar sebagai pemenang.
SMRC Â 37,78 - 7,8 = 29.98%
Charta Politika  37,78 - 7,4 = 30,30%
Yang begini mau sok-sokan nyurvei Pilpres, tingkat propinsi aja salah 29%, apalagi nasional, jelakan dulu letak kesalahan hasil survei Pilkada Lampung dulu baru survei Pilpres.