Jakarta sempat sedikit dihebohkan oleh 2 kejadian kebakaran yang melanda 2 gedung terbilang beken pada hari Selasa, 5 Juni 2018. Pertama, Gedung Niaga JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat yang terbakar sekitar jam 17.10. Tidak lama setelah api padam, kembali terjadi kebakaran di lantai 10 Hotel Pullman yang terletak di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat sekitar jam 19.30.
Saya ingin sedikit melihat peristiwa ini dari sisi standar bahan bangunan sebagai pembelajaran bagi gedung-gedung di Jakarta. Apalagi kedua gedung ini bukan gedung sembarangan dan disinyalir dihuni banyak orang untuk beragam aktivitas. Menurut saya, kebakaran memiliki hubungan dengan bahan bangunan yang dipakai, maka sebagai salah satu langkah antisipatif, perlu memberi perhatian pada elemen bahan bangunan yang tahan api.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menerbitkan SNI 03-6765-2002 yang memuat spesifikasi bahan bangunan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung. Standar ini dimaksudkan sebagai ketentuan teknis untuk pemilihan bahan bangunan dalam upaya mengurangi risiko terhadap bahaya kebakaran.
Spesifikasi teknis ini memuat persyaratan teknis minimal yang harus dipenuhi oleh bahan bangunan dan komponen bangunan yang dipakai, untuk: Lapis penutup yang bersifat non-struktural; interior, dekorasi, dan perabotan berukuran besar, Pelindung komponen pemikul beban, dan komponen pemikul beban.
Suatu bahan bangunan dapat dikatakan memiliki ketahanan terhadap api jika telah memenuhi ketentuan dalam pengujian ketahanan api berdasarkan cara uji. Berdasarkan hal tersebut, sifat bahan bangunan diklasifikasi menjadi lima tingkatan, apakah suatu bahan tahan terhadap api atau tidak. Tingkatan yang dimaksud adalah mutu tingkat 1, 2, 3, 4, dan 5. Mutu tingkat 1 (M1) adalah bahan yang tidak terbakar, sedangkan mutu tingkat 5 (M5) adalah bahan yang paling mudah terbakar. Seperti dijelaskan pada tabel di bawah ini:
Konstruksi bangunan yang tahan api harus mampu menciptakan kestabilan struktur selama terjadi kebakaran, sehingga memberi kesempatan pada penghuni untuk menyelamatkan diri dan bagi petugas pemadam kebakaran untuk melakukan operasi pemadaman kebakaran.
Suatu bangunan harus mempunyai elemen bangunan yang pada tingkat tertentu bisa mempertahankan stabilitas struktur selama terjadi kebakaran. Dinding luar, dinding biasa, dan bahan lantai serta rangka lantai harus dari bahan yang tidak dapat terbakar. Sifat bahan bangunan dan komponen struktur bangunan pada bangunan harus mampu menahan penjalaran api kebakaran dan membatasi timbulnya asap agar kondisi ruang di dalam bangunan tetap aman bagi penghuni sewaktu melaksanakan evakuasi.
Pintu darurat harus tersedia dalam bangunan gedung dengan berbagai ketentuan, seperti pintu harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya selama dua jam serta mampu menahan asap.
Pintu harus dilengkapi dengan minimal 3 engsel dan dilengkapi dengan alat penutup pintu otomatis. Dilengkapi dengan tuas atau tangkai pembuka pintu yang berada di luar ruang tangga. Pintu dilengkapi tanda peringatan: "TANGGA DARURAT -- TUTUP KEMBALI" kemudian dilengkapi dengan kaca tahan api dengan luas maksimal 1 m dan diletakkan di setengah bagian atas dari daun pintu. Untuk warna, pintu harus dicat dengan warna merah.